APPI Beberkan Poin Revisi RUU Sisdiknas: Matikan Ekosistem Pendidikan
Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) membeberkan sejumlah poin-poin perubahan dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengaku tidak melihat adanya gagasan yang visioner baik di dalam naskah akademik maupun draf RUU Sisdiknas.
Menurutnya, RUU Sisdiknas dalam jangka panjang berpotensi menjadi kegaduhan baru di dunia pendidikan.
"Dalam jangka panjang akan mematikan ekosistem pendidikan nasional dan menimbulkan berbagai macam persoalan pendidikan yang tidak akan mudah diurai," kata Alpha saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (31/5).
Alpha membeberkan, menurut RUU Sisdiknas yang telah dikaji, sekolah berbasis masyarakat atau swasta hanya akan diatur oleh peraturan turunan.
"Dengan demikian RUU Sisdiknas akan memberikan kekosongan beberapa pos kewenangan, sehingga memberikan 'cek kosong' terlalu besar kepada kementerian untuk mengatur jalannya pendidikan berbasis masyarakat," kata dia.
Alpha mengungkap RUU Sisdiknas juga tidak memperhatikan tata kelola pendidikan dengan hilangnya beberapa struktur di dalamnya seperti dewan sekolah dan komite sekolah.
Dalam hal ini ia menilai bahwa RUU Sisdiknas belum mengarah terhadap pengembangan pendidikan kontekstual sesuai kekayaan alam Indonesia.
"Pendidikan juga harus berjalan secara inklusif dengan memperhatikan hak yang sama bagi semuanya untuk belajar," ujarnya.
Lebih lanjut, Alpha mengungkapkan RUU Sisdiknas belum mengatur secara jelas kualifikasi pendidikan guru yang dapat memberikan impikasi rendahnya kualitas guru-guru di tanah air.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4 atau S1. Namun, dalam RUU Sisdiknas, kualifikasi tersebut tidak ada atau dihapus.
Terpisah, Dewan Pengarah APPI Doni Koesoema mengatakan bahwa RUU Sisdiknas harusnya memuat regulasi guru secara komprehensif dan sistematis.
"Lembaga yang melahirkan guru LPTK ini tidak jelas diatur. Kita dapat dari mana guru-guru yang terbaik. Pendidikan ini mau dibawa kemana, guru-guru mau dibawa kemana, proses pendidikannya bagaimana, siapa yang akan mendidik, apakah universitas atau tidak," kata dia.
Selain itu, di dalam RUU Sisdiknas juga terdapat perubahan mengenai perluasan periode wajib belajar dari 9 tahun menjadi 12 tahun.
"Terkait pembiayaan, ini akan membahayakan sekolah-sekolah swasta, karena di dalam UU ini pemerintah hanya menyediakan daya tampung. Kalau wajib belajar itu tanggung jawab pemerintah hanya menyediakan daya tampung, maka pemerintah akan membuat banyak sekolah negeri. SMA/SMK yang dikelola swasta akan mati semua," kata Doni.
Doni menyebut, dalam perubahan dalam RUU Sisdiknas akan ada omnibus law pendidikan. Hal ini lantaran RUU Sisdiknas menaungi beberapa undang-undang seperti UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Lebih lanjut, APPI menegaskan bahwa proses penyusunan undang-undang harus mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2011 pembentukan peraturan perundang-undangan dan landasan filsafat dalam penyusunan undang-undang.
Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan naskah akademik dan beberapa prinsip lain seperti keterkaitan antar Undang-undang lainnya.
"Revisi ini hanya akan mengakomodir tiga undang-undang saja yaitu UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen dan UU Pendidikan Tinggi, padahal ada 23 UU yang terkait dengan pendidikan," ujarnya.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo dari Kemendikbudristek untuk mengklarifikasi poin-poin revisi, namun yang bersangkutan belum memberi informasi hingga berita ditulis.
(lna/isn)