MUI Sulsel Terbitkan Fatwa soal Uang Panai untuk Perkawinan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan menerbitkan Fatwa Nomor 2 Tahun 2022 tentang Uang Panai atau uang sebagai harta yang diberikan calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
Dalam fatwa tersebut, MUI Sulsel merekomendasikan agar uang panai yang telah menjadi tradisi dalam pernikahan suku Bugis dan Makassar itu dapat menghasilkan infak.
"MUI merekomendasikan untuk keberkahan uang panai diimbau mengeluarkan sebagian infaknya kepada orang yang berhak melalui lembaga resmi," kata Ketua MUI Sulsel Prof KH Najamuddin saat konferensi pers, Sabtu (2/7) seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, juga direkomendasikan hendaknya uang panai tidak menjadi penghalang prosesi pernikahan dan hendaknya disepakati secara kekeluargaan. Itu pun disebutkan demi menghindarkan dari sifat-sifat tabzir, israf (pemborosan), serta gaya hedonis.
Lihat Juga : |
Najamuddin mengatakan fatwa tersebut berkesesuaian dengan Al Quran Surah Al Baqarah 2:185 dan Al Maidah 5:6, tentang memudahkan kehidupan. Juga dengan dutsy Al Baqarah 2:195 dan Al Qasas 28:77 tentang perbuatan baik.
Sementara itu, Ketua Bidang Fatwa MUI Sulsel KH Ruslan mengatakan untuk ketentuan hukum uang panai yakni: Pertama, adat yang hukumnya mubah selama tidak menyalahi prinsip syariah. Kedua, prinsip syariah dalam uang panai, yakni mempermudah pernikahan dan tidak memberatkan bagi pihak laki-laki.
Selanjutnya, kata Ruslan, memuliakan wanita, jujur dan tidak dilakukan secara manipulatif. Jumlahnya dikondisikan secara wajar dan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak. Bentuk komitmen dan tanggung jawab serta kesungguhan calon suami sebagai bentuk tolong-menolong (ta'awun) dalam rangka menyambung silaturahim.
"Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yakni 1 Juli 2022, dengan ketentuan jika pada kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya," ujarnya.
Sekretaris Umum MUI Sulsel DKH Muammar Bakry menambahkan fatwa tersebut dikeluarkan setelah menimbang bahwa pemberian uang panai merupakan adat di kalangan masyarakat Bugis-Makassar.
Uang panai merupakan pemberian uang dan materi lainnya yang bersumber dari pihak calon mempelai laki-laki kepada calon pihak mempelai wanita sebagai bentuk penghargaan untuk prosesi pesta pernikahannya.
Uang panai pada suku Bugis-Makassar digunakan sebagai uang pesta pernikahan atau biasa juga disebut dengan uang belanja sebagai bentuk keseriusan pihak laki-laki menjadi calon kepala rumah tangga.
Uang panai berbeda dengan mahar. Mahar adalah kewajiban agama yang menjadi mutlak dalam prosesi nikah.
Sementara uang panai adalah tuntutan adat yang mentradisi pada masyarakat Bugis-Makassar sebagai biaya yang disediakan oleh pihak laki-laki untuk prosesi acara pesta dan nikah.
Jumlahnya variatif sesuai dengan kesepakatan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan.