ANALISIS

Implikasi UU Sumbar yang Baru, Antara Perda Syariah atau Sebatas Adat

CNN Indonesia
Rabu, 06 Jul 2022 07:36 WIB
Pakar Hukum Tata Negara memiliki pendapat berbeda soal implikasi dari UU Sumbar yang baru.
UU tentang Provinsi Sumbar yang baru mengatur soal adat masyarakat setempat dilandasi syariat Islam (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra.)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah dan DPR baru saja membuat Undang-Undang tentang Provinsi Sumatera Barat. Menggantikan UU lama yang berlaku sejak 1958 silam.

Dalam UU Sumbar yang baru dijelaskan bahwa adat dan budaya Minangkabau didasari pada nilai falsafah dengan karakter religius. Hal itu tertuang dalam Pasal 5 huruf C terkait karakteristik Sumbar.

"Adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara', syara' basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku," demikian bunyi pasal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada bagian penjelasan UU, yang dimaksud adat basandi syara', syara' basandi kitabullah' adalah adat yang bersumber dari syariat (agama Islam) sedangkan syariat bersumber kepada kitabullah (Alquran).

"Pelaksanaan nilai falsafah adat basandi syara', syara' basandi kitabullah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia".

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Sumatera Barat, Feri Amsari menampik anggapan jika UU Sumbar yang baru itu berpotensi memicu keluarnya perda syariah seperti di Aceh.

Feri menganggap tak ada satu ketentuan pun dalam UU tersebut yang membolehkan Sumbar menerapkan hukum syariah.

"Sepanjang yang aku baca cuma dalam rangka menjelaskan karakter masyarakatnya. Dalam UU itu, disebut ABS-SBK itu dengan landasan Pancasila," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com.

"Tidak bisa seperti Aceh yang pasti," tambah Feri.

Feri mengatakan UU yang baru juga tak menyebutkan Sumbar sebagai daerah istimewa seperti Aceh. Jika daerah tersebut bisa menerapkan hukum syariah, UU Sumbar mestinya akan bersifat istimewa.

Menurut Feri, pembuatan UU Sumbar sebatas menata aturan perundang-undangan. Pasalnya, selama ini UU tentang Sumbar berlaku sejak 1958 dan masih digabung dengan provinsi Riau dan Jambi. Kini masing-masing provinsi sudah punya UU sendiri.

"Karena UU Sumbar itu kan harus berdiri sendiri, tidak seperti undang-undang sebelumnya yang menggabungkan Sumbar, Riau dan Jambi," kata dia.

Pakar hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Jawa Timur, Wiwik Budi Wasito memiliki pandangan berbeda.

Menurutnya, UU Sumbar yang baru bisa memicu pemerintah daerah menerbitkan perda syariah tetapi tetap berada dalam kerangka NKRI.

"Kalau soal itu sangat bisa. Karena itu tadi, nilai-nilai falsafahnya juga lekat dengan nilai-nilai Islamnya," kata dia.

Dia menjelaskan bahwa UUD 1945 pasal 18 B ayat 1 menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang juga diatur dalam UU.

Wiwik menilai tak ada yang keliru dari UU Sumbar yang baru. Nantinya, perda bisa dibuat mulai dari tingkat provinsi hingga pada 12 kabupaten dan tujuh kota di Sumbar.

"Apakah nanti akan digunakan perda syariah atau adat, itu akan menjadi wewenang pemerintah Provinsi Sumatera Barat," katanya.

(thr/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER