Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) mengatakan pelaku ekshibisionis menjadikan anak-anak yang masih berusia 10 tahun sebagai korbannya.
Kasus ini terungkap setelah polisi menangkap terduga pelaku ekshibisionis berinisial FAS yang melakukan aksinya terhadap empat anak masing-masing berusia 10 tahun.
Keempatnya masih duduk di bangku SD, tiga di antaranya mengenyam pendidikan di sekolah yang sama di daerah Argosari, Bantul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY Kombes Pol Roberto Pasaribu mengatakan pelaku melakukan aksinya dengan cara melakukan panggilan video terhadap korban, lalu memamerkan alat kelaminnya.
Peristiwa ini terungkap usai orang tua dan guru dari tiga korban di satu sekolah melapor ke Bhabinkamtibmas di Desa Argosari 21 Juni lalu.
"Ada tiga orang anak yang dihubungi oleh seseorang yang tidak dikenal itu dalam keadaan kaget dan menangis karena mereka ketika dihubungi itu," katanya di Mapolda DIY, Senin (11/6).
FAS (27) ditangkap pada 22 Juni lalu. Dia beraksi sejak Mei 2022. Menurut polisi, pelaku berusaha membuat korban menjadi nyaman sebelum melancarkan aksinya.
"Setelah dia mendapatkan target korban langkah yang dilakukan oleh pelaku, adalah mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas. Ini istilah yang kita katakan dalam kejahatan pornografi anak atau kejahatan terhadap anak dengan istilah grooming. Artinya bagaimana dia membuat target menjadi nyaman, bisa berhubungan," kata Roberto.
Roberto mengungkap cara pelaku memperoleh sejumlah nomor kontak para mangsanya, yakni melalui 10 grup WhatsApp yang masing-masing dihuni sekitar 250 anggota. Dengan demikian total ada 2.500 anggota.
Polisi mendapati salah satu grup Facebook tertutup berisikan 91 ribu anggota sebagai penghubung dan syarat sebelum bergabung ke grup WhatsApp.
Baik di WhatsApp maupun Facebook, pelaku atau para anggota di dalamnya saling berbagi nomor kontak calon mangsa, foto, dan video anak-anak di bawah umur.
Polisi telah mengumpulkan 3.800 video dan foto sebagai barang bukti. Keterlibatan jaringan sindikat asal luar negeri juga tengah ditelusuri. Hal ini menyusul temuan dua nomor asing pada beberapa grup WhatsApp.
Roberto juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Meta agar menghapus unggahan-unggahan terkait. Selain itu, polisi juga berkerja sama dengan Bareskrim, Interpol, dan FBI untuk mengusut akun Facebook tersebut.
"Kami coba melakukan dengan metode analisa wajah maupun juga gambar dengan tools yang dimiliki. Ini ada 60 gambar yang merupakan produksi baru, belum pernah beredar dan korbannya adalah anak," bebernya.
Saat ini polisi tengah memburu sindikat penyebar nomor kontak WhatsApp milik anak-anak di bawah umur untuk dijadikan sasaran aksi eksibisionisme.
Roberto melanjutkan, jajarannya kini menemukan setidaknya 10 orang terduga pelaku dalam jejaring ini. Polisi juga memburu mereka yang sebagian berada di Kalimantan dan Sumatera Selatan.
"Dengan harapan kami bisa menemukan korban-korban anak ini di mana ini target kami. Korban-korban anak yang menjadi objek di dalam perilaku menyimpang pornografi dan kesusilaan itu kita bisa temukan keberadaannya dari mana," tegasnya.
Dari kasus ini, polisi menyita serangkaian barang bukti. Meliputi ponsel pintar milik FAS, termasuk seprai dan sarung bantal yang memberikan petunjuk akan keberadaan pelaku.
FAS sendiri saat ini telah resmi menyandang status tersangka. Polisi menjeratnya dengan Pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (2) UU ITE dan Pasal 29 UU Pornografi. Ancaman hukumannya pidana penjara minimal lima tahun.
(kum/pmg)