Polisi dinilai berpotensi melanggar prosedur dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saat melakukan penyelidikan awal di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7) lalu. Sebab, polisi disebutkan tidak melibatkan Ketua RT setempat.
"Iya, seharusnya melibatkan unsur lingkungan. Karena bagaimanapun locus delicti itu berada dan terletak pada lingkungan masyarakat secara umum," kata pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (14/7).
Berdasarkan keterangan polisi, pada Jumat itu, terjadi insiden saling tembak antara Bharada E dengan Brigadir J. Dalam peristiwa itu, Brigadir J tewas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi mengklaim, peristiwa penembakan itu bermula dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo. Adapun insiden itu baru terungkap ke publik pada Senin (11/7).
Fickar menyebutkan bahwa dalam penanganan ini polisi bertindak seolah-olah perkara merupakan urusan internal Korps Bhayangkara.
Padahal, kata dia, sistem peradilan pidana di Indonesia mengatur pentingnya keterlibatan semua unsur masyarakat selain aparat penegak hukum.
"Mungkin penyidik merasa ini urusan internal, padahal ini tindak pidana yang berlakukan keterlibatan semua unsur selain penegak hukum," ucapnya.
Terpisah, pengamat kepoilsian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebutkan setidaknya ada dua aturan hukum yang dilewatkan penyidik.
Selain KUHAP, polisi juga tak mematuhi Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Menurutnya aturan yang jelas dilanggar termaktub dalam Pasal 33 ayat (2). Beleid itu mengatur dengan jelas bahwa penggeledahan tempat atau rumah harus dilakukan dengan sepengetahuan ketua lingkungan.
Dalam huruf b, dijelaskan bahwa penggeledahan dilarang dilakukan tanpa memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan.
Penyidik pun tidak boleh mengambil sesuatu dari tempat kejadian perkara (TKP) tanpa disaksikan oleh ketua lingkungan.
Bambang menilai asumsi publik bahwa insiden penembakan ini sengaja ditutup-tutupi oleh kepolisian bisa jadi benar.
Karena itu, kata dia, tim khusus yang dibentuk Kapolri harus melakukan penyelidikan secara utuh. Menurutnya, integritas Polri sebagai institusi dipertaruhkan.
Ia pun menilai seharusnya Irjen Ferdy Sambo diberhentikan sementara dari posisinya sebagai Kadiv Propam selama kasus ini diusut.
"Sepertinya masyarakat juga sulit untuk percaya bahwa tim ini akan bisa objektif dan transparan," kata Bambang.
Dia beranggapan satu-satunya harapan agar perkara ini dapat diusut secara independen hanya ada pada Komnas HAM. Menurutnya, tim khusus harus membersihkan dari potensi intervensi personel yang terindikasi berada di seputar insiden yang bisa memengaruhi jalannya penyelidikan.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo enggan berkomentar banyak soal proses penyelidikan awal polisi yang tak melibatkan unsur pimpinan lingkungan sekitar.
Ia pun meminta publik bersabar dan membiarkan tim khusus bentukan Kapolri bekerja untuk mengungkap kasus ini.
"Biar tim bekerja dulu, agar tidak ada penafsiran yang berbeda-beda. Semua akan dibuktikan secara ilmiah oleh tim," kata Dedi.
(tsa/tsa)