Pemerintah bakal meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam melaksanakan aturan, menegakkan hukum, dan memberikan sanksi yang tepat dalam rangka menghapus kekerasan terhadap anak.
Bertalian dengan itu, pemerintah menargetkan sertifikasi sistem peradilan pidana anak kepada 3.846 aparat penegak hukum hingga 2024. Rencana itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional (Stranas) Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.
"Meningkatkan APH dalam pelaksanaan peraturan, penegakan hukum, dan pemberian sanksi yang tepat," dikutip dari Perpres, Selasa (19/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut rencana dalam perpres, 3.836 aparat penegak hukum itu terdiri dari 2.112 aparat dari Kementerian Hukum dan HAM, 800 aparat dari Polri, dan 934 aparat dari Kejaksaan RI.
Rencana ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mendorong tersedianya kebijakan/regulasi dalam penghapusan kekerasan terhadap anak dan peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan dan penegak hukum untuk memastikan terlaksananya regulasi dan penegakan hukum.
Selain itu, pemerintah juga menargetkan adanya 5.000 lembaga perlindungan anak terpadu dan 120 ruang bermain ramah anak (RBRA) yang terstandar hingga 2024 di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
Hal ini demi mencapai tujuwan mewujudkan lingkungan yang aman dan ramah untuk anak di manapun anak berada.
"Strategi ini memperkuat peran masyarakat dalam pencegahan dan pengawasan terjadinya tindak kekerasan, serta pengembangan mekanisme yang memastikan anak aman dari risiko kekerasan," tulis Perpres tersebut.
Adapun Perpres Nomor 101/2022 ini diteken Presiden Joko Widodo pada 15 Juli 2022. Peraturan ini terbit di tengah maraknya kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan.
"Bahwa untuk melindungi anak dari kekerasan dan diskriminasi, perlu dilakukan peningkatan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak," demikian bunyi poin pertimbangan pada peraturan tersebut, sebagaimana dikutip Senin (18/7).
Poin pertimbangan lainnya menyebutkan bahwa saat ini jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih tinggi, sehingga perlu optimalisasi peran pemerintah.
Berdasarkan data pemerintah, dari 2016 sampai 2020 tercatat 54.366 anak korban kekerasan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37.435 korban merupakan anak perempuan, dan 16.931 merupakan anak laki-laki.
(yla/tsa)