Busa-busa limbah yang membanjiri aliran sungai Kalidami di Kalisari Damen, Mulyorejo, Surabaya, dilaporkan beterbangan ke kawasan permukiman warga. Pemandangan itu laiknya musim salju di Eropa.
Hal itu dilaporkan oleh aktivis lingkungan dari Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton).
"Tadi malam, Selasa (2/8) ada laporan warga, busa-busa di sungai itu beterbangan bahkan sampai masuk ke rumah," kata Staf Divisi Edukasi Ecoton, Alaika Rahmatullah, Rabu (3/8).
Alex, sapaan akrabnya mengatakan, busa itu beterbangan lantaran tertiup angin, dan akhirnya terbang hingga mencapai perkampungan warga yang ada di pesisir sungai.
"Sampai ke kampung-kampung di jalan, seperti musim salju jadinya," ucap dia.
Peristiwa ini, kata Alex, jelas membuat warga mengeluh. Pasalnya aktivitas penduduk jadi terganggu, apalagi yang berjualan makanan.
"Warga mengeluh, karena ada juga yang buka rumah makan, jualan. Tiap busa terbang warga juga bersih-bersih jalan nyapu ini biar busanya hilang," katanya.
Kejadian ini tak hanya terjadi sekali saja. Alex menuturkan, jika intensitas busa tebal di sungai, maka dalam sehari salju jadi-jadian ini dalam sehari bisa dua kali menerpa rumah warga.
"Kalau di sungai tebal, bisa tiap pagi sama malam. Dua kali," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Operator rumah pompa Bosem Kalidami, Bambang membenarkan hal itu. Jika peristiwa tersebut terjadi, tak jarang ia mendapatkan protes dari warga.
"Kami sering diprotes warga, karena busanya terbang-terbang sampai ke rumah-rumah warga," keluh Bambang.
Direktur Institut Pemulihan dan Perlindungan Sungai (Inspirasi) Prigi Arisandi menyoroti kejadian ini. Ia mengatakan busa itu muncul lantaran penggunaan detergen yang tinggi oleh masyarakat. Namun di saat yang sama, debit air mengecil.
"Debit air mengecil dan penggunaan detergen tinggi karena populasi/rumah tangga yang buang limbah domestik langsung tanpa diolah, kata Prigi.
Busa-busa di sungai Surabaya itu menurutnya merupakan bukti adanya rantai panjang pencemaran di Surabaya, bahkan juga Indonesia.
Maka menurutnya, pemerintah perlu menyediakan instalasi pengolahan air limbah untuk meminimalkan paparan busa limbah domestik tersebut.
Tak hanya itu, pemerintah kata dia juga perlu melakukan pembatasan dan pengawasan industri kecil rumahan di sekitar wilayah tersebut, seperti usaha laundry.
"Perlu ada IPAL komunal yanh olah air limbah sehingga meminimalkan busa. Juga pembatasan dan monitoring industri kecil laundry," kata dia.
Masyarakat, kata Prigi, juga perlu beralih ke produk detergen yang ramah lingkungan dan tak banyak menimbulkan busa.
"Selera orang Surabaya tidak ramah lingkungan karwna masih gunakan sabun atau detergen yang berbusa-busa harusnya pakai detergen tidak berbusa/minim busa," pungkasnya.
Direktur Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Daru Setyorini, mengatakan busa di sungai tersebut itu adalah akumulasi limbah domestik perumahan dan perekonomian di kawasan di Dharmahusada, Kertajaya, Pakuwon City dan sekitarnya.
"Bukan yang pertama kali terlihat hamparan busa seperti itu, tapi sudah sering terlihat meskipun tidak sebanyak saat ini," kata Daru.