Pada siang hari ini, Senin (8/8), tim kuasa hukum Bharada E akan mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama demi mendapat perlindungan hukum.
Tim kuasa hukum mengatakan Bharada E serius membongkar secara utuh kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
Lantas, apa saja syarat yang harus dipenuhi Bharada E untuk mendapat status justice collaborator?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarat menjadi justice collaborator tertuang dalam surat edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) di dalam perkara tindak pidana tertentu.
Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator tertuang dalam angka 9 SEMA 4/2011 sebagai berikut.
1. Yang bersangkutan merupakan pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana yang dimaksud SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara di dalam proses peradilan.
2. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana.
Atas bantuan tersebut, maka terhadap saksi pelaku yang bekerja sama, hakim dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana sebagai berikut:
i. Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau;
ii. Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud.
Terhadap pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana, hakim wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Sementara itu, Pasal 10 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur:
(1). Saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
(2). Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
(3). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.