Korban Penganiayaan di Holywings Adukan Dugaan Obstruction of Justice

CNN Indonesia
Senin, 12 Sep 2022 14:54 WIB
Bryan Yoga Kusuma mengadukan dugaan obstruction of justice dan rekayasa kasus dalam proses kasus penganiayaan dirinya di Holywings Yogyakarta.
Bryan Yoga Kusuma dan Kuasa Hukumnya Johnson Panjaitan di Mapolda DIY, Senin (12/9). (Foto: CNN Indonesia/Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Tim Kuasa Hukum Bryan Yoga Kusuma, korban dugaan tindak penganiayaan di Holywings Yogyakarta yang terjadi Juni lalu, menuntut kejelasan perkara yang menimpa kliennya.

Tim Kuasa Hukum Bryan hari ini mendatangi Mapolda DIY menemui Wakapolda DIY Brigjen Pol R Slamet Santoso guna mengadukan dugaan upaya obstruction of justice serta rekayasa penanganan kasus.

"Ada (upaya obstruction of justice dan rekayasa kasus). Bukan cuma itu, berjaringan," kata Johnson Panjaitan selaku kuasa hukum Bryan ditemui di Mapolda DIY, Sleman, Senin (12/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Johnson mengatakan hingga saat ini belum ada penahanan terhadap terlapor atau terduga pelaku penganiayaan, yakni Karmel Nikolas alias KN (26). Ia menuding yang bersangkutan juga telah melakukan penyebaran berita bohong sambil mencatut institusi Denpom melalui media sosial selama bebas berkeliaran.

Tim Kuasa Hukum Bryan turut mendesak transparansi pengusutan dugaan keterlibatan dua anggota Polres Sleman berpangkat perwira yang masing-masing berinisial AR dan LV. Kata Johnson, keduanya bahkan masih berdinas di satuan masing-masing.

"Ini pengeroyokan, yang bisa kita identifikasi ada empat, lima, sampai enam (terduga pelaku penganiayaan) yang secara jelas bisa kita identifikasi yang sebenarnya ini bisa sangat jelas kalau CCTV-nya semua dilihat, diambil, dan ada," kata Johnson.

Namun, Johnson menuding ada upaya penghalangan penanganan perkara dengan cara menghapus rekaman kamera pengawas di Holywings.

"Di situ saya dapatkan tekanan, ancaman juga tawaran hengki pengki (pengondisian) ini damai, ini begitu," imbuh Johnson.

Johnson menduga, ketidakjelasan penanganan kasus ini tak terlepas dari faktor konflik kepentingan. Menurutnya, salah seorang dari dua anggota Polres Sleman terlibat memiliki relasi dengan perwira tinggi kepolisian.

"(Relasi) salah satunya ada yang pangkatnya bintang, kemudian satunya lagi di dinas militer. Auditor militer ya. Bahkan ada yang orangtuanya (terduga pelaku) pengacara, ini semua bergerak. Ini yang menyebabkan kontraksi, menjadi makin nggak jelas, nggak on the track sesuai laporan kita," katanya.

Adapun indikasi rekayasa penanganan kasus yang disinggung Tim Kuasa Hukum Bryan menyangkut peran Kanit Ranmor Polres Sleman berinisial AP dalam pembuatan laporan Tipe A di Polres Sleman terkait dugaan penganiayaan di Holywings dengan Karmel Nikolas sebagai sosok terlapornya.

Johnson merinci, sesuai Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 3 ayat 2 huruf a, maka laporan model A hanya dapat dibuat oleh anggota polisi yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa. Padahal, menurutnya, AP pada saat kejadian tak berada di tempat.

Akibat hal itu, Johnson meyakini kliennya tak bisa membuat laporan atas peristiwa pengeroyokan yang menimpa dirinya di Polda DIY. Serta tak memungkinkan mengakses Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dikarenakan adanya laporan di Polres Sleman.

Johnson pun Polda DIY mengevaluasi dan memproses ulang penyidikan secara benar, transparan, dan akuntabel demi memperoleh berkas perkara lengkap dan adil sebagai bahan pemeriksaan proses kode etik dan peradilan pidana yang akuntabel, imparsial, serta independen.

Kemudian, menahan terlapor dan semua oknum anggota polisi guna kelancaran proses pemeriksaan. "Ditangkap, ditahan, diproses, diadili, saya kira harus dipecat kalau memang benar-benar (terbukti pelanggaran berat). Jangan lagi ada proses bonsai, korting-korting," sambungnya.

Selanjutnya, meminta kepolisian menyelesaikan berkas perkara tindak pidana pengeroyokan secara lengkap, adil, dan transparan sesuai tuntutan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama di muka umum.

"(Dugaan) ada main-main. Makanya semua sekarang ditangani langsung oleh Polda, jangan lagi oleh Polres (Sleman) karena itu berkepentingan dan berjaringan. Dengan dua track. Satu kode etik, ditangani oleh Propam. Satu lagi Direktur Tindak Pidana Umum," pungkasnya.

Wakapolda DIY Brigjen Pol R Slamet Santoso mengklaim penanganan kasus ini telah sesuai prosedur berlaku. Namun, dia tak memungkiri adanya rentetan hambatan selama proses pengusutannya.

"Dan kasusnya selama ini sudah berjalan, baik pidana maupun kode etiknya. Dan kita pastikan sesuai prosedur, tidak ada rekayasa maupun obstruction of justice," kata Slamet.

Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) untuk LV dan AR, menurut Slamet, masih dalam tahap pemeriksaan saksi. Keduanya juga sudah dinonaktifkan. Total ada 6 orang yang diperiksa sejauh ini. Slamet turut memastikan tak ada unsur tebang pilih selama penanganan kasus ini.

"Dari awal begitu kejadian (LV dan AR) langsung kita nonaktifkan, kemudian begitu sudah sidang etik baru ada keputusannya apakah nonaktif permanen atau keputusan lain," tutupnya.

Bryan Yoga Kusuma jadi korban penganiayaan sekelompok orang,Juni silam. Keterangan tertulis dari pihak keluarga, Bryan pada pukul 23.30 WIB disebut diprovokasi oleh seseorang berinisial KN dan berujung penganiayaan oleh sekelompok orang di depan parkiran Holywings.

Hasil pemeriksaan dan gelar perkara Propam Polda DIY mengungkap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota Satreskrim Polres Sleman berinisial AR dan LV.

KN alias Karmel Nikolas sendiri menampik jika dirinya disebut memicu konflik dengan Bryan. Ia juga membela LV dan AR yang menurutnya hanya mencoba melerai Bryan yang tengah ribut dengan petugas keamanan.

(kum/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER