Ketua Gerindra Ungkap Prabowo yang Bisa Bicara Peluang Jokowi 2024
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra angkat suara ihwal peluang untuk menggandeng Presiden RI petahana Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku menyerahkan peluang mendukung Jokowi di Pilpres 2024 itu kepada Prabowo yang merupakan Ketua Umum Gerindra dan rekan koalisi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
"Masalah capres dan cawapres itu diserahkan kepada Pak Prabowo dan Pak Muhaimin Iskandar," kata Dasco kepada CNNIndonesia.com, Jumat (15/9).
Dasco enggan berbicara lebih lanjut saat ditanya mengenai polemik pencalonan Jokowi andai kembali maju sebagai cawapres.
Menurutnya, keputusan soal koalisi dan mendukung capres cawapres sepenuhnya ada di tangan Ketua Umum Gerindra dan PKB. Sebab, kedua partai telah sepakat untuk berkoalisi.
"Mengenai peluang tersebut saya tidak bisa memutuskan untuk berkomentar karena kesepakatan koalisi antara Gerindra dan PKB," kata dia.
Terkait wacana dirinya jadi cawapres pada 2024 mendatang, Jokowi sudah buka suara.
"Sejak awal saya sampaikan urusan tiga periode sudah saya jawab. Begitu sudah dijawab muncul lagi namanya perpanjangan juga sudah saya jawab. Lalu, muncul lagi jadi wapres, ini dari siapa?" kata Jokowi dalam keterangan pers, Jumat (16/9).
Pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono soal presiden dua periode boleh kembali maju sebagai cawapres memancing perdebatan para ahli hukum tata negara. Fajar menyebut presiden yang telah menjabat dua periode boleh kembali maju sebab tak diatur dalam UUD 1945.
Menurut Fajar bunyi Pasal 7 UUD 1945 tidak melarang bagi presiden dua periode untuk menjadi wakil presiden di periode berikutnya.
Namun, ahli hukum lain menilai tafsir Fajar terhadap pasal tersebut keliru. Ketua MK pertama periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie menegaskan Jokowi tak memenuhi syarat untuk menjadi cawapres di Pilpres 2024.
Jimly menilai penafsiran Pasal 7 harus dibarengi dengan Pasal 8 berikutnya. Pasal itu mengatur bahwa wakil presiden bisa menggantikan presiden jika berhalangan atau meninggal dunia.
(thr/kid)