Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menilai penetapan tersangka pemuda Madiun Muhammad Agung Hidayatullah alias MAH (21) terkait kasus hacker Bjorka, prematur.
Kadiv Advokasi & Jaringan YLBHI-LBH Surabaya Habibus Shalihin berpendapat pihak kepolisian seharusnya tidak gegabah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka terhadap MAH karena membuat channel Telegram Bjorkanism kemudian dihubungkan dengan aktivitas Bjorka yang melakukan peretasan dan dianggap 'membantu', menurut kami masih sangat prematur, dipaksakan dan tidak nyambung," kata Shalihin melalui pesan tertulis, Senin (19/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Shalihin mengatakan LBH Surabaya khawatir penetapan tersangka tersebut dilakukan untuk menutupi penangkapan tidak sah yang sudah kadung dilakukan sebelumnya.
"Kalau memang tidak ditemukan indikasi perbuatan pidana jangan memaksakan kasus menjadi seolah-olah ada masalah," kata dia.
Shalihin mengingatkan penangkapan prematur justru semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan Pemerintah. Oleh sebab itu, menurutnya polisi akui saja bila terjadi kesalahan dalam proses-proses penetapan tersangka.
"Itu akan lebih terhormat daripada mengorbankan hak asasi warga negaranya sendiri demi membangun citra aparat kepolisian dengan penuh kepalsuan," ucapnya.
Sementara itu, Pengacara Publik LBH Buruh dan Rakyat Jawa Timur Hosnan menilai landasan yang dipakai oleh kepolisian untuk menetapkan tersangka MAH tidak jelas.
"Istilah "membantu" yang dipakai pihak kepolisian tidak jelas, apakah merujuk pada ketentuan Pasal 55 KUHP atau apa," ucapnya.
"Karena dalam hukum pidana istilah 'membantu', 'turut serta', 'menyuruh lakukan' dapat ditemukan di KUHP Pasal 55," imbuhnya.
Dia tak melihat ada korelasi antara "membantu" yang dijabarkan polisi dengan peretasan yang dilakukan Bjorka. Sebagai informasi, polisi mengatakan MAH membantu Bjorka agar terkenal dan dapat banyak uang.
"Apa hubungannya dengan peretasan yang dilakukan Bjorka, kan tidak nyambung," ucap dia.
Terlebih, menurutnya "perburuan" terhadap hacker Bjorka tidak akan menyelesaikan masalah keamanan data pribadi di Indonesia yang sudah sedemikian akut dan krusial.
"Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan kebijakan perlindungan data peribadi daripada berburu hacker. Karena itu yang lebih urgent hari ini dimana segala transaksi banyak dilakukan secara online dan mensyaratkan dokumen pribadi di dalamnya," ujarnya.
Sebelumnya, polisi mengumumkan penetapan Muhammad Agung Hiyatullah (21) alias MAH, pemuda asal Madiun, sebagai tersangka dugaan membantu Bjorka membuat kanal Telegram. Usai kasus itu, Bjorka sempat bungkam.
Terakhir kali ia berkicau di BreachForums pada Kamis (15/9), saat mengunggah utas 'The Indonesian Government is Looking for Me?'.
Pada hari yang sama, Bjorka mengunggah ledekan terhadap pemerintah yang mengklaim sudah mengidentifikasi dirinya di Telegram.
"Itu sepenuhnya omong kosong. Pemerintah Indonesia merasa telah mengidentifikasi saya berdasarkan misinformasi dari Dark Tracer, yang telah memberikan layanan palsu kepada pemerintah Indonesia. Mungkin anak ini sekarang telah ditangkap dan diinterogasi oleh pemerintah Indonesia. Untuk Dark Tracer, memberikan informasi yang salah kepada sekumpulan idiot adalah dosa," cetusnya.
(yla/isn)