MK Tolak Uji Materi UU Minerba Usai Hari Pertambangan dan Energi

CNN Indonesia
Jumat, 30 Sep 2022 00:13 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sehari usai Hari Pertambangan dan Energi 2022, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tiga dari empat pokok permohonan uji materi atau judicial review terhadap sejumlah pasal dalam Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Tiga hal yang ditolak adalah terkait menjauhnya akses partisipasi dan layanan publik seputar pertambangan akibat penarikan kewenangan pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Kemudian potensi kriminalisasi masyarakat penolak tambang oleh Pasal 162 UU Minerba dan jaminan perpanjangan otomatis bagi kontrak karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

MK hanya mengabulkan perihal jaminan tidak ada perubahan pemanfaatan ruang yang diberikan pada pemegang WIUP, WIUPK, dan WPR, dengan memberikan penafsiran "sepanjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

"Menolak permohonan para pemohon selain dan selebihnya," ucap Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Kamis (29/9).

Putusan itu dibacakan sehari setelah Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-77 pada Rabu (28/9).

Sebagai informasi, perkara nomor: 37/PUU-XIX/2021 diajukan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/Walhi (Pemohon I); Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur/JATAM Kaltim (Pemohon II); Petani asal Banyuwangi, Nurul Aini (Pemohon III); dan Nelayan dari Bangka, Yaman (Pemohon IV).

Mereka menguji Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 17A ayat 2, Pasal 22A, Pasal 31A ayat 2, Pasal 169A ayat 1, Pasal 169B ayat 3, dan Pasal 172B ayat 2 UU 3/2020, serta Pasal 162 UU 3/2020 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 39 angka 2 UU 11/2020.

Pasal 162 UU 3/2020 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 39 angka 2 UU 11/2020 berbunyi: "Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86F huruf b dan Pasal 136 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta."

Para pemohon menilai Pasal-pasal tersebut di atas bertentangan dengan Pasal 28C ayat 2, Pasal 28D ayat 1, Pasal 28H ayat 1, Pasal 33 ayat 3, dan Pasal 33 ayat 4 UUD 1945.

Para pemohon mendalilkan hilangnya kewenangan pemerintah daerah dalam penguasaan minerba mengakibatkan sulitnya atau tidak efektif dan efisien masyarakat dan para pemohon untuk berpartisipasi memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat karena harus ke Jakarta yang jauh dari tempat tinggal.

Termasuk kesulitan mengakses informasi kebijakan minerba kepada Pemerintah Pusat.

Selain itu, para pemohon mendalilkan dengan tidak adanya peran daerah dalam pengawasan, pengurusan, pengelolaan, dan kebijakan bertentangan dengan konsep otonomi daerah dan desentralisasi.

Terutama dalam hal mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya serta bertentangan dengan prinsip efisiensi berkeadilan yang merugikan kepentingan masyarakat di daerah.

"Dalil para pemohon mengenai inkonstitusionalitas norma Pasal 4 ayat 2 dan 3 UU 3/2020 adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan draf putusan mahkamah itu.

Sementara itu, Mahkamah berpendapat permohonan para pemohon mengenai inkonstitusionalitas norma Pasal 17A ayat 2, Pasal 22A, Pasal 31A ayat 2, dan Pasal 172B ayat 2 UU 3/2020 adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Artinya, norma Pasal 17A ayat 2, Pasal 22A, Pasal 31A ayat 2, dan Pasal 172B ayat 2 UU 3/2020 bertentangan dengan UUD 1945 jika norma tersebut tidak dilekati makna "sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan."

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan telah jelas bahwa permohonan para pemohon terhadap pengujian materiil Pasal 162 UU 3/2020 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 39 angka 2 UU 11/2020 adalah prematur karena diajukan selama masa tenggang waktu dua tahun perbaikan formil UU 11/2020 dan tidak menutup kemungkinan ada perubahan atau perbaikan substansi yang dilakukan oleh pembentuk Undang-undang.

Mahkamah menambahkan dalil para pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 169B ayat 3 UU 3/2020 adalah dalil tidak beralasan menurut hukum.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan Mahkamah berpendapat telah ternyata kata 'menjamin' dalam norma Pasal 17A ayat 2, Pasal 22A, Pasal 31A ayat 2 dan Pasal 172B ayat 2 UU 3/2020 telah menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 secara bersyarat.

"Dengan demikian, permohonan para pemohon beralasan menurut hukum," kata Enny.

Merespons putusan tersebut, pemohon menilai MK telah memperkokoh kepentingan oligarki tambang sekaligus menghancurkan keselamatan rakyat.

Tim Advokasi UU Minerba yang menjadi kuasa para pemohon sekaligus kerap mendampingi masyarakat terdampak tambang menilai MK hanya menjadi corong pemerintah dan mengabaikan hak konstitusi rakyat atas keselamatan hidup dan lingkungan yang sehat.

"Keputusan MK ini mengkhianati agenda reformasi karena salah satu hal penting yang dihasilkan reformasi yakni mendekatkan warga dengan pemerintah melalui pemerintah daerah," tutur Ali Akbar, Juru Bicara #BersihkanIndonesia dari Kanopi Bengkulu.

"Ketika kewenangan daerah ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat, ini kemunduran karena mengabaikan prinsip otonomi daerah. Akibatnya, nasib masyarakat di sekitar industri ekstraktif pertambangan yang dikorbankan," lanjutnya.

(ryn/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK