Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyatakan korban gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, membutuhkan waktu sebulan hingga sembuh seperti sediakala terutama di bagian mata.
Hal itu disampaikan Anggota TGIPF Rhenald Kasali berdasarkan penuturan dokter yang menangani para korban luka Tragedi Kanjuruhan.
"Matanya, menurut dokter perlu waktu sebulan untuk kembali normal. Itu pun kalau bisa normal," kata Rhenald di Kemenko Polhukam, Senin (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rhenald mengatakan ada beberapa korban tak merasakan dampak dari penembakan gas air mata pada hari kejadian. Namun, kondisi matanya memburuk pada keesokan harinya.
"Jadi memang ada korban yang hari itu dia pulang tidak merasakan apa-apa tapi besoknya dimulai dengan hitam," kata dia.
Rhenald curiga salah satu yang menjadi penyebab yakni gas air mata yang sudah kedaluwarsa. Dia menduga gas air mata yang sudah lewat batas waktu penggunaan itu membuat kondisi korban jadi lebih parah.
"Kecurigaan kami adalah kadaluwarsa dan itu sudah dibawa ke lab semuanya diperiksa," ujarnya.
![]() |
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa gas air mata tersebut kadaluwarsa, kata Rhenald, maka hal itu merupakan sebuah pelanggaran.
Rhenald mengatakan pihak kepolisian mestinya melakukan pengamanan berdasar kemanusiaan atau civilian police, bukan berbasis militer atau military police. Namun, kepolisian justru menggunakan gas air mata.
"Jadi bukan senjata untuk mematikan tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas. Yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki," kata Rhenald.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan efek gas air mata justru menurun setelah melewati batas masa guna alias kedaluwarsa. Menurut dia fungsi gas air mata yang telah kedaluwarsa tak lagi efektif.
"Ya jadi kalau misalnya sudah expired, justru kadarnya dia berkurang secara kimia kemudian kemampuannya gas air mata ini akan menurun," kata Dedi di Mabes Polri, Senin (10/10).