Positif Covid-19 Tambah 1.233 Kasus, Pasien Meninggal 14 Orang
Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyatakan ada penambahan 1.233 kasus konfirmasi positif Covid-19 pada Senin (17/10). Maka, hingga Senin ini, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yaitu 6.458.101, terhitung sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020.
Berdasarkan data yang sama, ada penambahan 1.609 kasus sembuh Covid-19, sehingga total kasus sembuh kini 6.282.951.
Sementara itu, kasus kematian akibat Covid-19 bertambah 14. Dengan demikian, total orang meninggal dunia menjadi 158.327 jiwa.
Kemudian, kasus aktif Covid-19 di Indonesia pada hari ini tercatat ada sebanyak 16.823 kasus. Pemerintah juga melaporkan memeriksa 60.101 spesimen dalam 24 jam terakhir.
Jumlah masyarakat yang telah menerima vaksinasi Covid-19 dosis pertama yaitu 204.899.798 orang (87,32 persen) dan dosis kedua 171.552.919 orang (73,11 persen).
Kemudian, dosis ketiga sebanyak 64.451.480 orang (27,47 persen) dan dosis keempat yang saat ini khusus tenaga kesehatan yaitu sebanyak 651.538 orang (44,36 persen).
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin berharap semua pihak tetap waspada dan tak tergesa-gesa menyatakan pandemi virus corona (Covid-19) telah berakhir.
"Di tengah komitmen kita untuk tetap waspada dan tidak tergesa-gesa menyatakan pandemi telah berakhir, sekarang tantangan baru yang tidak kalah pelik sudah menghadang di depan mata," kata Ma'ruf dalam pidatonya di Pembukaan Anugerah Layanan Investasi Tahun 2022 yang disiarkan di kanal YouTube Kementerian Investasi, Rabu (12/10).
Ma'ruf menilai semestinya semua pihak bisa bersyukur Indonesia dinilai mampu mengendalikan pandemi. Meski demikian, Ia mengakui pandemi Covid-19 telah berimbas dan menghantam seluruh sendi-sendi aktivitas ekonomi Indonesia.
"Dan sampai kini belum sepenuhnya dapat ditanggulangi," ucapnya.
Di sisi lain, Ma'ruf mengatakan tantangan baru yang dihadapi ke depan tidak kalah pelik meski pandemi belum berakhir.
Ia memprediksi Tahun 2023 akan menjadi tahun yang sulit bagi perekonomian global. Terlebih, adanya resesi akibat konflik geopolitik dapat mengarah pada krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan. Hal itu bisa berimbas kepada ketidakstabilan harga dan tingginya inflasi.
"Mencermati keadaan yang cukup berat tersebut, kita harus optimis mampu melewati krisis yang telah dan sedang menanti di tahun-tahun mendatang. Optimisme ini perlu dibarengi dengan kerja keras, terutama memastikan terjaganya stabilitas ekonomi dan politik," kata dia.
(tim/tsa)