Aduan Warga di Balai Kota: Banjir, Masalah Lahan, hingga Dugaan Pungli

CNN Indonesia
Selasa, 18 Okt 2022 10:46 WIB
Sejumlah warga yang mendatangi posko pengaduan di Balai Kota DKI, mengadukan beberapa permasalah seperti banjir, sengketa lahan, hingga dugaan pungutan liar.
Sejumlah warga kembali mendatangi posko pengaduan yang dibuka lagi di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (18/10) pagi. (CNN Indonesia/ Damar Iradat)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah warga kembali mendatangi Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (18/10) pagi. Mereka ingin mengadukan permasalahan di wilayahnya ke posko pengaduan yang dibuka Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono.

Salah seorang yang mengadu ke Balai Kota pagi ini adalah Retno, warga Pulo Raya, Kelurahan Petogogan, Jakarta Selatan. Ia mengadu soal banjir yang kembali terjadi di sekitar rumahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi rumah saya dan di lingkungan, tapi khususnya di rumah saya sejak 1993 itu banjir, kemudian sering banjir, saya pikir udah hopeless ya, mungkin ini enggak mungkin enggak banjir," ujar Retno.

Namun, kata Retno, sejak periode 2013 rumahnya tak lagi kebanjiran. Sayangnya, banjir kembali menggenangi wilayah tempat tinggalnya pada awal 2020.

Retno mengaku banjir kembali merendam rumahnya pada minggu lalu, ketika sejumlah wilayah Jakarta terendam.

"Makanya saya berpikir kok bisa ya tujuh tahun kami bebas banjir. Jadi, saya pikir nothing is impossible. Kalau itu bisa, bisa enggak banjir tujuh tahun," ujarnya.

Retno mengaku memilih mengadukan secara langsung permasalahannya ke Balai Kota. Ia tak mengetahui soal aplikasi Jakarta Kini (JAKI) yang diluncurkan pada era Gubernur Anies Baswedan.

"Ya, kan kita jadi bisa tatap muka. Yang nerima (pengaduan) juga ya engga bisa berbuat apa-apa juga sih, tapi paling enggak lebih dapat perhatian," tuturnya.

Warga lainnya, Martina Gunawan mengaku senang dengan kebijakan posko pengaduan yang diaktifkan kembali. Martina mengaku sudah mengadu lebih dari 10 kali, baik ke gubernur, camat, wali kota, RT/RW, namun tak ada kepastian yang didapat.

"Saya sudah mengadu lebih dari 10 kali, baik ke gubernur yang lama, baik ke camat, wali kota, RT/RW, dan tidak ada sambutan untuk kami ke permasalahannya. Pengaduan udah dimulai tahun 2019, sebelum Covid," kata Martina.

Martina mengatakan aduannya ke Pemprov DKI itu terkait dengan kepemilikan lahan atas nama Sarifudin Husein yang terletak di Bambu Apus, Jakarta Timur.

"Kami mengajukan lahan ini untuk dibebaskan oleh Pemprov DKI Jakarta, mulai dari tahun 2016, oleh Dinas Perumahan dan Gedung saat itu, setelah dilihat zonasinya, lahan milik kami ini hijau, sehingga kami diberikan disposisi agar melanjutkan ke Dinas Kehutanan pada saat itu," ujarnya.

Menurut Martina, selama ini penanganan Pemprov DKI terkait aduannya tak profesional, bertele-tele, hingga ada dugaan pungutan liar atau pungli.

Ia menceritakan bahwa permintaan uang itu dilakukan oleh oknum UPT di Dinas Pertamanan di Jakarta Timur. Nilai uang yang diminta berkisar Rp150 juta lebih.

"Nilainya variatif Rp150 juta sampai 2,5 persen, sampai lebih dari itu. Saya tidak mau bayar sepersen pun," katanya.



(dmi/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER