Remaja Bogor Dituduh Begal Ditembak, Koalisi Sipil Sorot Senpi Aparat

CNN Indonesia
Selasa, 18 Okt 2022 15:38 WIB
Koalisis Sipil untuk reformasi sektor keamanan menyoroti soal rilis penembakan 3 remaja dituduh begal di Bogor yang terjadi beberapa saat setelah penembakan.
Ilustrasi penggunaan senjata api. (iStock/Evgen_Prozhyrko)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti penggunaan senjata api (senpi) oleh aparat kepolisian imbas peristiwa polisi tembak tiga anak yang dituduh sebagai begal di Bogor, Jawa Barat.

Koalisi tersebut menegaskan penggunaan senpi oleh aparat meskipun berhadapan dengan terduga pelaku pidana tetap wajib berpegangan pada prinsip-prinsip umum yang diakui secara internasional. Salah satunya, kata mereka, Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum.

Narahubung Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Teo Reffelsen menyatakan sejatinya Indonesia pun memiliki beberapa ketentuan yang telah mengadopsi prinsip-prinsip penggunaan senpi yang diakui secara internasional. Beberapa di antaranya ketentuan internal Polri seperti Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Merujuk pada ketentuan-ketentuan di atas, koalisi menyangsikan pernyataan pejabat terkait yang menyebut bahwa penembakan dilakukan dengan sesuai prosedur (pernyataan sepihak)," demikian pernyataan  dalam keterangan tertulis koalisi, Senin (17/10).

Teo mengatakan kabar penembakan remaja diduga begal itu disampaikan langsung oleh Wakapolresta Bogor AKBP Ferdy Irawan dan Komandan Resimen 2 Pelopor Kombes Pol. Yustanto Mujiarto dalam keterangan terhadap wartawan pada Minggu (16/10) di Mapolresta Bogor.

Dalam rilis tersebut, aparat disebutkan penembakan para terduga merupakan tindakan tegas dan terukur yang telah sesuai prosedur.

Meskipun demikian, koalisi sipil peristiwa ini mesti diperiksa secara mendalam dalam suatu proses pemeriksaan yang transparan dan akuntabel. Sehingga dapat membuktikan tindakan tersebut memenuhi prinsip legalitas, nesesitas, proporsional, dan akuntabilitas.

Kritisi Waktu Konferensi Pers

Selain itu, koalisi juga menyoroti waktu konferensi pers dilakukan hanya berselang beberapa jam setelah kejadian. Hal itu dirasa belum cukup untuk menguji tindakan aparat sesuai prosedur apabila tidak melalui pemeriksaan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel.

Teo mengatakan hal tersebut penting guna memastikan negara tidak mengabaikan kewajibannya untuk melindungi hak setiap orang yang diduga melakukan kejahatan agar dapat membela diri dalam proses peradilan.

Selain itu, koalisi menilai kasus ini memperlihatkan secara terang-terangan persoalan serius dalam penggunaan kekuatan oleh kepolisian. Adapun sebelumnya terdapat kasus pembunuhan Brigadir Josua hingga penggunaan gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan yang sempat menyorot perhatian masyarakat.

"Berulangnya kasus-kasus ini tak lain merupakan akibat tumpulnya mekanisme kontrol dan absennya akuntabilitas polisi dan pemolisian. Hal ini hanya merupakan sekelumit persoalan yang dilahirkan dari berbagai masalah dalam tubuh Polri yang belum selesai," kata Teo.

Koalisi itu lalu menjabarkan masalah yang belum selesai di tubuh Polri mulai dari penataan kelembagaan hingga mekanisme kontrol dan akuntabilitas yang tidak memadai.

Menurut Teo, kasus ini menunjukkan inkompetensi dan watak kuno aparat kepolisian yang hanya mengedepankan tindakan represif dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

"Hal ini jelas bertentangan dengan semangat zaman yang mengharuskan polisi menjadi polisi sipil dengan pendekatan pemolisian demokratis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip negara hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia," kata dia.

Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil mendesak beberapa hal. Pertama, Kapolri memerintahkan jajarannya untuk melakukan pemeriksaan secara profesional, transparan, dan akuntabel dalam kasus ini dengan memperhatikan asas kepentingan terbaik bagi anak.

Kedua, lembaga negara independen seperti Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara aktif melakukan pemeriksaan dalam kasus ini sesuai cakupan wewenangnya.

Ketiga, Kapolri segera melakukan evaluasi total penggunaan kekuatan dalam tugas-tugas pemolisian.

Keempat, Presiden membentuk tim independen dengan keterwakilan masyarakat sipil yang memadai untuk melakukan kajian evaluatif tentang penggunaan kekuatan kepolisian dan eksesnya terhadap keamanan warga negara.

Kelima, Presiden dan DPR segera menindaklanjuti persoalan-persoalan yang menyangkut Polri belakangan ini dengan agenda konkret reformasi kepolisian berkelanjutan secara struktural, instrumental, dan kultural. Demi memastikan kerja-kerja kepolisian profesional, transparan, dan akuntabel.

(pop/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER