Gempadewa Gugat Dirjen Minerba ESDM Terkait Izin Tambang Wadas

CNN Indonesia
Kamis, 03 Nov 2022 16:10 WIB
Gugatan masyarakat peduli alam desa Wadas atas izin penambangan material andesit untuk Bendungan Bener telah didaftarkan pada Senin (31/10) di PTUN Jakarta.
Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menggugat Direktur Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM ke PTUN Jakarta terkait penerbitan izin penambangan material batu andesit di Wadas untuk Bendungan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.

Daniel Al Ghifari selaku Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta yang tergabung dalam Solidaritas untuk Wadas, mengatakan gugatan dilayangkan ke pengadilan itu pada Senin (31/10) kemarin.

Adapun izin penambangan tersebut tertuang dalam surat No.T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 yang ditandatangani Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surat ini merupakan tanggapan terhadap surat Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor PR.02.01-DA/758 tertanggal 24 Juni 2021 tentang Permohonan Rekomendasi Perizinan Penambangan untuk Kepentingan Sendiri PSN Pembangunan Bendungan Bener.

"Sejak awal rencana pertambangan di Wadas ini tidak memiliki izin. Karena dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air PUPR baru mengajukan permohonan rekomendasi perizinan. Artinya, sejak awal mereka secara melawan hukum dan mereka coba untuk melakukan penyelundupan hukum atas rencana pertambangan di Wadas," kata Daniel di Kantor LBH Yogyakarta, Rabu (2/11).

Daniel menyatakan pihaknya melihat beberapa masalah di dalam surat Dirjen Minerba Nomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 tanggal 28 Juli 2021 menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pengambilan kuari untuk pembangunan Bendungan Bener yang dilaksanakan Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR tidak memerlukan izin di sektor pertambangan.

Pertama yang bermasalah adalah pernyataan klaim tak perlu izin selaku pihak negara untuk melaksanakan kegiatan pengambilan material kuari. Dirjen Minerba mengklaim tidak termasuk kriteria pihak yang dapat diberikan izin di sektor pertambangan mineral sebagaimana pada Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009.

Kedua yang bermasalah, surat Dirjen Minerba juga menyatakan bahwa kegiatan pertambangan tak memerlukan izin lantaran hanya digunakan untuk kepentingan sendiri atau bukan untuk komersial.

"Di titik inilah kita anggap ini bermasalah. Apa yang dilakukan Dirjen Minerba dengan menerbitkan surat itu secara sewenang-wenang kemudian bilang ini nggak butuh perizinan di sektor minerba," ungkapnya.

"Makanya kami kemarin Senin kita ajukan gugatan ke PTUN Jakarta terkait dengan pelanggaran-pelanggaran Dirjen Minerba dalam surat itu," sambung Daniel.

Daniel mengklaim pihaknya sudah sejak 2020 lalu mencoba menelusuri izin pertambangan ini ke Dinas ESDM Jawa Tengah, dan hasilnya nihil.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan BBWS Serayu-Opak, kata dia, lewat forum audiensi bersama DPRD Jawa Tengah juga mengklaim kegiatan pertambangan ini tidaklah memerlukan izin.

Menurut Daniel dkk, pernyataan tak perlu izin itu menyalahi UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba beserta aturan-aturan turunannya. Pada beleid itu, kata dia, tidak ditemukan klausul atau pasal yang memperbolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun.

Artinya siapapun baik perseorangan, kelompok, dan/atau badan usaha apapun hanya dapat melakukan pertambangan apabila telah mendapatkan izin, baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, atau IUP untuk Penjualan. Tanpa adanya izin pertambangan, maka hal tersebut masuk dalam kategori pertambangan ilegal.

"Dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 itu dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah dilarang menyalahgunakan kewenangan. Satu, melampaui kewenangan, dilarang mencampuradukan kewenangan, dan dilarang bertindak sewenang-wenang," imbuhnya.

Direktur LBH Yogyakarta Julian Dwi Prasetya berharap gugatan ini menjadi energi baru bagi perjuangan warga Wadas dalam mempertahankan tanahnya dari rencana tambang. Sekaligus sebagai koreksi atas tindakan sewenang-wenang pemerintah dalam mengelola negara, serta menguji integritas lembaga peradilan dalam proses penegakan keadilan bagi rakyat.

Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Himawan Kurniadi mengungkapkan, bahwa izin sangat krusial dalam kegiatan pertambangan. Sebab memuat hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang izin.

Selain itu, izin juga memuat antara lain jaminan kelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, hak dan kewajiban pemegang izin, jaminan reklamasi dan pascatambang, penggunaan kaidah teknik pertambangan yang baik.

"Tanpa izin, pertambangan dilakukan secara sewenang-wenang. Namun secara ideal, Wadas seharusnya tidak menjadi lokasi pertambangan, mengingat Desa Wadas menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi bencana longsor. Sehingga tidak layak dijadikan sebagai lokasi pertambangan," jelas Himawan.

CNNIndonesia.com belum mendapat pernyataan dari Ditjen Minerba Kementerian BUMN maupun pihak terkait lain soal gugatan Gempadewa tersebut.

(kum/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER