IDI hingga Ikatan Bidan Tolak Penghapusan UU Profesi di RUU Kesehatan

CNN Indonesia
Kamis, 03 Nov 2022 22:50 WIB
IDI Kudus bersama sejumlah organisasi profesi lainnya memprotes penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus law).
Suasana sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Kudus, Jawa Tengah, bersama sejumlah organisasi profesi lainnya memprotes penghapusan UU Profesi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan (Omnibus law) yang masuk prioritas prolegnas perubahan ketiga tahun 2020-2024.

UU Profesi itu meliputi UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.

Organisasi profesi (OP) lainnya yang dimaksud adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), hingga Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di daerah Kudus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"OP medis dan kesehatan bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang profesi kesehatan yang sudah ada," kata Ketua IDI cabang Kudus Ahmad Syaifuddin melalui jumpa pers di Sekretariat IDI Cabang Kudus, Kamis (3/11).

Ahmad mengatakan bahwa IDI beserta OP kesehatan mendukung perbaikan sistem kesehatan nasional. Namun mereka menolak penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan atau Omnibus Law. Selain itu mereka memprotes para organisasi profesi yang tak dilibatkan dalam penyusunan naskah RUU Kesehatan ini.

Para perwakilan OP medis sebelumnya mendapat informasi terkait draf naskah RUU Kesehatan yang bocor. Dalam draf itu hanya satu kondisi yang tidak disepakati oleh mereka, yakni penghapusan UU Profesi. Padahal UU Profesi memiliki posisi penting dalam tata laksana dan hak kewajiban masing-masing OP di Indonesia.

Ia menyebut kelima OP kesehatan telah sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.

Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, maka menurutnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.

Ahmad selanjutnya juga mendesak agar pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan OP kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik dan sehat.

"Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda, malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua PDGI Kudus Rustanto, ia mengatakan hal paling urgen yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.

Pada 2016, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.

Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen itu menurutnya bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil.

"Hal ini sejalan dengan prinsip governance, di mana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini," ujar Rustanto.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI M. Adib Khumaidi pada akhir September 2022 lalu memprotes Baleg DPR RI yang dinilai tak melibatkan mereka dalam proses penyusunan RUU tentang Kesehatan.

Dia menyebut sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II2021-2022 bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut.

Namun kemudian, berdasarkan berita yang diunggah melalui laman DPR RI per 29 Agustus, tertulis bahwa RUU tentang Kesehatan (Omnibus law) masuk prioritas prolegnas perubahan ketiga tahun 2020-2024

"Dalam penelusuran kami RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019, informasi dari halaman DPR RI. Kami mendapatkan informasi RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar prolegnas prioritas. Namun terkait draf naskah akademik maupun RUU-nya belum pernah kami dapati," kata Adib melalui siaran pers, Senin (26/9).

Demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, lanjut Adib, maka IDI dan sejumlah organisasi profesi sepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan tidak boleh menghapuskan UU yang mengatur tentang profesi kesehatan yang sudah ada.

Apabila melihat lampiran Surat Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II2021-2022, ia menyebut RUU Kesehatan tidak ada dalam daftar tersebut. Namun kemudian, berdasarkan berita yang diunggah melalui laman DPR RI per 29 Agustus, tertulis bahwa RUU tentang Kesehatan masuk dalam prioritas prolegnas perubahan ketiga tahun 2020-2024.

(khr/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER