Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan menyatakan dukungannya kepada mereka yang dianggap potensial maju di pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Pada 21 Mei lalu misalnya, saat Rakernas salah satu kelompok relawannya Projo. Kala itu, Jokowi sempat dinilai sebagai sinyal dukungan kepada rekan separtainya sekaligus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pidatonya, Jokowi meminta agar relawannya ojo kesusu alias tak perlu buru soal urusan dukungan capres, meski sosok yang didukung hadir di acara tersebut. Sejumlah pengamat menilai ucapan Jokowi itu mengarah ke Ganjar yang turut hadir di acara tersebut.
"Urusan politik ojo kesusu sik. Jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini," kata Jokowi saat itu.
Teranyar, dalam acara HUT Perindo pada Senin (7/11), Jokowi secara terang-terangan memberikan sinyal dukungan kepada Prabowo di Pilpres 2024. Kata Jokowi, Pilpres 2024 akan menjadi jatah Prabowo setelah dirinya dua kali menang di pilpres sebelumnya.
"Dua kali di pilpres juga menang. Mohon maaf, Pak Prabowo. Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," ucap Jokowi.
Pengamat Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menyampaikan bahwa sebagai seorang presiden, Jokowi sepatutnya tak boleh menyampaikan dukungannya ke pihak tertentu yang digadang-gadang akan maju sebagai capres di Pilpres 2024.
"Dia harus menahan syahwat dia untuk mendukung salah satu di antara capres, bahkan mendukung semua juga tidak bisa karena nanti iri-irian," kata Hendri saat dihuhungi CNNIndonesia.com, Selasa (8/11).
"Harusnya dia tidak mendukung siapapun dan mempersilakan saja pada rakyat memilih, ini kan sebetulnya ritual biasa dalam demokrasi, ritual lima tahunan, harusnya enggak perlu terlalu sibuk lah presiden," imbuhnya.
Hendri menilai pernyataan dukungan bisa dilihat juga bahwa Jokowi sebenarnya ingin menjadi seorang 'king maker' alias bisa menentukan seseorang menjadi 'raja'.
Namun, Hendri menyebut bahwa hal ini justru bisa berdampak pada citra pemilu atau pesta demokrasi yang digelar di Indonesia.
"Presiden enggak boleh jadi king maker, kasian pemilunya, nanti dianggap enggak jurdil, masa penguasa ikut menentukan pengganti, enggak boleh dalam demokrasi, tidak dibenarkan," ucap dia.
Klik untuk selanjutnya
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin berpendapat bahwa pernyataan dukungan Jokowi terhadap kandidat capres ini merupakan bentuk strategi politik.
Menurutnya, selama ini Jokowi kerap dituduhkan mendukung Ganjar sebagai capres. Jokowi dinilai merasa perlu mengelabuhi lawan politik soal siapa sosok yang sebenarnya ia dukung di Pilpres 2024.
"Suka tidak suka Jokowi harus punya strategi, itu salah satunya mengendorse Prabowo tersebut, agar orang mengira bahwa seolah-olah dukungan itu dilakukan kepada pak Prabowo, padahal dalam konteks tertentu ya belum tentu, namanya juga politik," tutur Ujang.
Ujang juga menyebut bahwa dukungan Jokowi terhadap sosok capres memiliki pengaruh besar. Terlebih, tak bisa dipungkiri, Jokowi sebagai presiden yang masih menjabat memiliki kontrol besar.
"Semua orang minta dukungan ke Jokowi, karena tahu (dia) pengendali Polri, pengendali kejaksaan, pengendali tentara pengendali birokrasi, pengendali APBN, pengendali jaringan," ucap dia.
Ujang berujar meski Jokowi bukan seorang ketua umum partai politik, namun dia merupakan seorang pengendali partai politik.
"Siapa yang dikendalikan KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), KIB itu punya Jokowi, pemiliknya itu Jokowi, makanya ketika kemarin Suharso Monoarfa bermanuver, langsung diganti Mardiono, jadi sama," tutur Ujang.
"Jadi ketum-ketum KIB tunduk dan patuh kepada Jokowi, maka ketika HUT Golkar Airlangga mengatakan bahwa soal capres saya nunggu arahan pak Jokowi, sudah klir itu, jadi bahasa bukan ketum parpol iya, tapi sebagai pengendali parpol, jangan lupa, iya juga," lanjutnya.
Senada, Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno menyampaikan ada kemungkinan endoserment yang dilakukan oleh Jokowi itu untuk sekadar mengalihkan perhatian publik.
Salah satunya, agar publik tak selalu melihat bahwa Jokowi hanya memberikan dukungan kepada Ganjar, tapi juga mereka yang berada di lingkarannya.
"Jokowi ingin mengalihkan perhatian publik bahwa yang didukung Jokowi bukan hanya Ganjar, tapi semua orang yang berada di inner circle kekuasaan politik saat ini. Mungkin diniatkan untuk menghilangkan resistensi ke Jokowi dan Ganjar sekaligus," kata Adi.
Lebih lanjut, Adi juga menyebut bahwa endorsement yang dilakukan Jokowi ini merupakan dua sisi mata koin. Hal ini tergantung pada tingkat kepuasan publik.
"Kalau tingkat kepuasan tinggi maka endorsement semacam itu berdampak signifikan, tapi sebaliknya, kalau kepuasaan rakyah rendah dukungan semacam itu bisa negatif," ucap dia.