Pasal terkait makar tetap ada di draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Hal itu tertuang di Bagian Kedua tentang Tindak Pidana Makar di draf terbaru RKUHP yang diserahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ke Komisi III DPR RI pada Rabu (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ada penghapusan diksi di draf terbaru RKUHP, yakni diksi 'yang sah'.
Paragraf 1 Pasal 191 menyatakan setiap orang yang melakukan makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan presiden dan/atau wakil presiden (wapres) atau menjadikan presiden dan/atau wapres tidak mampu menjalankan pemerintahan dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Kemudian, Paragraf 2 mengatur soal makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Berikutnya, Paragraf 3 mengatur soal makar terhadap pemerintah. Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
Berikutnya, Pasal 194 ayat (1) menyatakan bahwa dipidana karena pemberontakan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun terhadap setiap orang yang melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata atau dengan maksud untuk melawan pemerintah bergerak bersama-sama atau menyatukan diri dengan gerombolan yang melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata.
Kemudian, Pasal 194 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur pemberontakan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Lalu, Pasal 195 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun bagi setiap orang yang mengadakan hubungan dengan orang atau organisasi yang berkedudukan di luar negeri dengan maksud: membujuk orang atau organisasi, memperkuat niat dari orang atau organisasi, menjanjikan atau memberikan bantuan kepada orang atau organisasi, atau memasukkan suatu Barang ke wilayah NKRI.
Terakhir, Pasal 196 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan permufakatan jahat atau persiapan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194 dipidana.
Pasal 196 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang mempersiapkan perubahan ketatanegaraan secara konstitusional tidak dipidana.