Benny Tjokro Protes Dituntut Mati: Lebih Berat dari Eks Dirut Asabri
Terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI (Persero) tahun 2012-2019. Benny Tjokrosaputro, mencurahkan unek-uneknya setelah dituntut pidana mati oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (16/11) ini, Benny merasa dirugikan atas proses hukum yang tebang pilih oleh Kejagung.
Sebab, ia selaku Direktur Utama PT Hanson International dituntut lebih berat daripada mantan Direktur Utama PT ASABRI yang menurutnya mempunyai tanggung jawab terkait kasus ini.
"Tuntutan ini jauh lebih berat dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara mantan Direktur PT ASABRI yang jelas-jelas memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menentukan suatu transaksi," ujar Benny.
Dalam perkara ini, mantan Dirut PT ASABRI Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja dituntut jaksa dengan pidana masing-masing 10 tahun penjara. Namun, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, keduanya divonis dengan pidana 20 tahun penjara.
Menurut Benny, jaksa menutup mata terhadap keuntungan yang diperoleh PT ASABRI.
"Selama persidangan ini berlangsung, saya juga menengarai penuntut umum berusaha untuk menghapuskan keuntungan triliunan rupiah yang diterima PT ASABRI dari saya caranya dengan hanya menyebutkan uang keluar dari PT ASABRI tanpa menyebutkan adanya uang diterima oleh PT ASABRI," kata Benny.
"Anehnya hitungan itu kemudian diamini saja oleh BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] seolah-olah PT ASABRI hanya mengeluarkan uang tanpa pernah menerima apa pun," sambungnya.
Benny menyatakan penegakan hukum kasus ini tidak tepat sasaran. Hal itu dikuatkan dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang turut dikenakan kepadanya.
Padahal, kata Benny, dalam persidangan ia sudah terang-terangan bahwa dirinya merupakan seorang pengusaha properti dan investor yang memperoleh dana-dana secara sah melalui warisan dari orang tua. Selain itu, dari penjualan properti kepada konsumen, investasi yang dilakukan oleh investor dalam dan luar negeri, dan hubungan kerja sama dengan partnership.
"Semuanya itu tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang selalu diaudit oleh kantor akuntan publik yang bonafide dan juga selalu dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, jelas bukan hasil korupsi apalagi berasal dari pencucian uang," katanya.
Atas dasar itu, Benny meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Sebelumnya, jaksa menuntut majelis hakim agar menghukum Benny dengan pidana mati karena telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI tahun 2012-2019.
Ini merupakan kasus kedua yang menjerat Benny selain korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Benny bersama sejumlah terdakwa lainnya dinilai terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun dalam kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI.
Hal itu sebagaimana perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.
Benny melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Dirut PT ASABRI periode 2012-Maret 2016 Adam Rachmat Damiri; Dirut PT ASABRI periode 29 Maret 2016-4 Agustus 2020 Sonny Widjaja; Direktur Keuangan dan Investasi PT ASABRI periode 2012-Juni 2014 Bachtiar Effendi.
Kemudian Kepala Divisi Investasi PT ASABRI periode 2012-2016 Ilham Wardhana Bilang Siregar (almarhum); Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI periode Juli 2014-Agustus 2019 Hari Setianto.
Lalu Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) Teddy Tjokrosapoetro.
(ryn/tsa)