Bareskrim Polri memastikan perbedaan penetapan tersangka dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) alias gagal ginjal akut tidak bermasalah.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto memastikan BPOM juga punya kewenangan dan kapasitasnya untuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka.
"Enggak ada masalah. Jadi BPOM itu memang memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum, penyidikan, PPNS-nya kan ada terkait dengan produsen-produsen," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (18/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena memang tugas mereka melakukan pengawasan. Tapi bertindak juga dia penyidik PNS nya," sambungnya.
Pipit mengatakan penetapan tersangka oleh BPOM juga dilakukan berdasarkan koordinasi dengan kepolisian. Hanya saja, kata dia, yang membedakan polisi dalam hal ini meneliti unsur pidana terkait adanya korban jiwa.
"Bedanya kami dari kepolisian itu menetapkan siapa yang bertanggungjawab itu dari pasien dulu. Ada pasien meninggal, keluarga pasien meninggal, kan kita dalami dulu," jelasnya.
Sebagai informasi, sebanyak tiga perusahaan farmasi dan satu supplier bahan baku obat telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus GGAPA yang menewaskan ratusan anak.
Penetapan tersangka itu dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bareskrim Polri usai melakukan penyidikan pada Kamis (17/11) kemarin.
Adapun dua korporasi yang dijerat sebagai tersangka oleh BPOM merupakan perusahaan farmasi PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical.
Sementara dua korporasi sisanya yakni perusahaan farmasi PT Afi Farma dan suplier bahan baku obat CV Samudera Chemical ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri.