Sejumlah Pasien Ginjal Akut Disebut Alami Kerusakan Paru hingga Saraf
Sejumlah pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) disebut mengalami kerusakan organ paru hingga saraf yang diduga dampak dari konsumsi obat yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Hal itu disampaikan oleh Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (Tanduk) yang ditunjuk oleh puluhan orang tua pasien gangguan ginjal.
"Tim menemukan fakta bahwa dampak dari keracunan obat sirup mengakibatkan kerusakan organ tubuh lain dari para korban termasuk organ-organ dalam seperti hati, jantung, paru, malfungsi panca indera, serta kerusakan saraf permanen," kata Perwakilan Tanduk Awan Puryadi di Jakarta Selatan, Rabu (30/11).
Awan mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk bertanggung jawab penuh dan menanggung semua proses perawatan pasien GGAPA serta kerusakan organ lainnya dan dampak jangka panjang lainnya secara berkelanjutan.
Ia mencontohkan ada dua pasien anak yang masih dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr Cipto Mangunkusumo atau RSCM Jakarta hingga saat ini.
Pasien S (4,5 tahun) mengalami keadaan sadar, tetapi kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan. Selain itu, matanya sudah tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Kemudian, pasien A (4 tahun) sudah dalam keadaan sadar, tetapi harus menggunakan trakeostomi sebagai alat bantu pernapasan dan hampir kehilangan memori ingatan.
"Tim menilai bahwa tindakan pemerintah untuk menyimpulkan gagal ginjal akut sudah selesai sehingga ditutup kasusnya secara nasional adalah tindakan yang tidak berpihak pada korban," ujar Awan.
Awan menyebut kurang lebih 50 keluarga pasien GGAPA di Indonesia sepakat untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok alias class action ke Pengadilan Jakarta Pusat. Mayoritas keluarga pasien berasal dari kawasan Jabodetabek.
Gugatan dengan nomor perkara 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu didaftarkan pada 22 November 2022 lalu. Dalam laman SIPP PN Jakarta Pusat, agenda sidang pertama dijadwalkan dilakukan pada Selasa (13/12) pada pukul 09.00 WIB.
Mereka menggugat sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan.
(khr/tsa)