Stigma Hambat Penanganan TBC di Bantul: Disebut Aib hingga Kutukan

CNN Indonesia
Sabtu, 24 Des 2022 10:50 WIB
Kepala Seksi P2P Dinkes Bantul, Abednego Dani mengungkap dua kendala utama dalam upaya penanggulangan penyebaran TBC, salah satunya stigmatisasi ke pasien.
Dinkes Bantul mengklaim masih ada stigmatisasi terhadap penderita tuberkulosis (TBC) yang menghambat upaya penanganan penyakit tersebut. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul mengatakan masih ada stigmatisasi terhadap penderita tuberkulosis (TBC) yang menghambat upaya penanganan penyakit tersebut.

Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Bantul, Abednego Dani mengungkap dua kendala utama dalam upaya penanggulangan penyebaran TBC.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama, kendala di penemuan (kasus). Di penemuan terkait stigmatisasi yang ada di masyarakat. Bahwa TB itu (disebut) adalah penyakit kutukan, aib, penyakit yang memalukan dan lain-lain. Agak mirip dengan Covid-19 dulu," kata Abednego saat dihubungi, Jumat (22/12).

Abednego menyebut stigmatisasi tersebut memicu penolakan saat proses investigasi kontak erat pasien TBC. Menurutnya, fenomena seperti ini tak hanya terjadi di wilayah Kabupaten Bantul.

Sekitar dua hari lalu, ia mendapat laporan dari salah seorang dokter puskesmas milik Pemkab Bantul. Si dokter mengadu dirinya habis dimaki-maki pasien yang merasa tak terima karena keluarganya jadi sasaran tracing.

"Di samping TB itu prosesnya lebih laten, lebih kronis daripada Covid. Sehingga dia, memang orang di sekelilingnya merasa baik-baik saja, tidak bergejala. Ngapain kok saya diperiksa. Nah itu kendala di penemuan," ujarnya.

Abednego mengatakan pengobatan penyakit ini juga memakan waktu lama hingga 6 bulan, bahkan 1 tahun untuk kategori resisten cenderung membuat penderitanya merasa jengah atau bosan.

"Apalagi kalau sudah merasa lebih baik, ngapain saya harus minum obat terus," katanya.

Menurut Abednego, kasus-kasus gagal berobat ini bisa juga terjadi jika penderita TBC itu depresi karena terlalu kronis, meninggal sebelum pulih atau pindah domisili.

"Gagal berobat ini bahaya, karena dia bisa menyebabkan potensi bakteri TB ini bermutasi menjadi bakteri TB yang resisten terhadap pengobatan," pungkasnya.

Sebelumnya, Dinkes Bantul melaporkan temuan 1.216 kasus TBC di wilayahnya sepanjang periode Januari-November 2022. Sebanyak 619 kasus di antaranya masuk kategori anak, yang mayoritas merupakan balita.

(kum/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER