Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya angkat suara soal konflik di internal keluarga Keraton Surakarta buntut kemelut putra mahkota.
Keputusan Paku Buwono XIII untuk menetapkan KGPH Purbaya sebagai putra mahkota ditentang kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) pimpinan GKR Koes Moertiyah atau akrab disapa Gusti Moeng. Goes Moeng juga dikenal sebagai bibi KGPH Purbaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditanya soalnya penolakan oleh bibinya itu, KGPH Purbaya mengaku menghormati Gusti Moeng sebagai yang lebih tua. Purbaya menilai bahwa masalah di internal Keraton saat ini merupakan masalah keluarga dan harus diselesaikan secara kekeluargaan.
"Contoh Tante Moeng, beliau adalah tante saya. Dan saya harus menghormati beliau sebagai tante," kata KGPH Purbaya dikutip dari kanal YouTube Berita Surakarta, Sabtu (24/12).
KGPH Purbaya juga berharap konflik di internal keluarga bisa ditemukan jalan keluarnya lewat musyawarah.
"Saya berharap secepatnya akan mendapat solusi dan bisa menjalankan musyawarah dan semuanya ada jalan keluarnya," katanya.
Konflik keluarga Keraton Solo yang memanas belakangan disebut-sebut karena penolakan Gusti Moeng terhadap penetapan KGPH sebagai putra mahkota.
Bentrok pun pecah pada Jumat (23/12) yang menyebabkan empat orang mengalami luka.
Menurut LDA Gusti Moeng, PB XIII telah mengambil langkah keliru. Gusti Moeng menyebut PB XIII memiliki putra tertua dari pernikahan sebelumnya, yakni KGPH Mangkubumi.
Gusti Moeng menilai KGPH Mangkubumi lebih tepat menjadi putra mahkota karena ia anak tertua Paku Buwono XIII. Menurut dia, penetapan Purbaya sebagai putra mahkota bisa batal demi hukum.
"Ini adiknya (Purboyo) dipaksa oleh ibunya (permaisuri). Dari ibunya saja gagal, (salah satunya) tidak memenuhi kriteria perawan," kata Moeng.