PDIP menilai pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lebih condong sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos calon legislatif (caleg) tetap berlaku pada pemilu mendatang.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut perbedaan ini sebagai hal yang lumrah dan PDIP pun memahami perbedaan sikap pemerintah itu.
"Perbedaan dalam cara pandang harus dilihat sebagai bagian dari iklim demokrasi. Pemerintah mungkin melihat demokrasi presidensil memerlukan sarat dukungan 50 persen plus 1 di parlemen. Sehingga kami bisa memahami sikap pemerintah," kata Hasto di kantor DPC PDIP Kota Bandung seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto mengatakan hal tersebut terlihat dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), di mana perwakilan pemerintah berharap proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024.
Dalam bagian petitumnya, presiden meminta MK menyatakan Pasal 168 UU Pemilu yang mengatur sistem proporsional terbuka tidak bertentangan dengan konstitusi. Artinya, presiden meminta MK untuk menolak permohonan penggugat agar sistem coblos partai kembali diterapkan.
Sejauh ini dari sembilan fraksi di DPR, PDIP merupakan satu-satunya yang mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup atau coblos parpol.
Sementara itu, delapan fraksi lainnya mulai dari Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak wacana tersebut.
Kendati begitu, Hasto optimistis MK akan tetap mengambil keputusan uji materiil tidak berdasar pada opini kebanyakan orang.
"Jadi kami hormati seluruh pendapat dari partai, pemerintah dan PDI Perjuangan bukan pihak yang melakukan judicial review karena kami tidak punya legal standing. Tapi sikap politik kebenaran," ujar Hasto.
Di tengah kepungan partai parlemen lainnya, Hasto menyebut partainya tetap konsisten dengan berharap sistem coblos partai kembali diterapkan dalam pemilu.
Hasto bahkan menuding proporsional tertutup melekat unsur nepotisme dan penggunaan kekayaan dalam menggaet pemilih.
"Dalam proporsional terbuka yang sering terjadi melekat unsur nepotisme dan melekat unsur mobilisasi kekayaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan bagi pemilih," katanya.
Sebelumnya enam orang yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan uji materi UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke MK.
Permohonan tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan oleh MK, maka sistem Pemilu 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Sistem tersebut memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo parpol pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.