Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengatakan tiga bocah 8 tahun tetap bisa diproses secara hukum dan dijatuhi pidana jika terbukti melakukan pemerkosaan terhadap siswi TK di Mojokerto.
Namun demikian, proses hukum yang dijalankan berbeda dengan anak yang sudah berusia 14 tahun ke atas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ini masuk kekerasan pidana, kalau dalam UU pidana kan masuk kategori pencabulan atau persetubuhan, ketika sudah mengikuti unsur itu, maka tetap harus diproses, enggak lihat lagi umur," kata Nahar di kantor KPPPA, Jakarta Pusat, Jumat (27/1).
"Cuma hukum acaranya, misalnya proses acara tindak pidana kekerasan seksual yaitu UU Nomor 12/2022. Bagaimana misalnya kalau pelakunya anak," imbuhnya.
Namun, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Ciput Eta Purwianti mengatakan negara harus menjamin pendampingan terhadap korban, saksi dan anak yang menjadi pelaku dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak,
"Harus pendampingan yang utuh ketika anak menjadi korban, anak saksi dan anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku," ujarnya.
Ciput menyebut kasus kekerasan yang korban dan pelakunya masih anak-anak berbeda dengan pelaku dewasa. Dalam UU sistem peradilan pidana anak, kata Ciput, antara korban dan pelaku harus dilindungi.
"Ini tantangan yang besar. Pemahaman masyarakat umum harus diberikan seberat beratnya. Padahal UU sistem peradilan pidana anak mengamanatkan hal berbeda," ujarnya.
"Prinsip yang harus dipenuhi adalah keadilan restoratif dan diversi. Itulah kesulitan ketika menghadapi korban dan pelaku anak," imbuhnya.
Sebelumnya, kasus dugaan pemerkosaan siswi TK oleh tiga bocah berusia 8 tahun di Dlanggu, Mojokerto sempat dimediasi pemerintah desa setempat.
Korban sempat menceritakan kepada psikolog yang melakukan pemeriksaan terhadap dirinya bahwa pemerkosaan itu sudah lima kali dia alami, dan dilakukan salah satu bocah terduga pelaku. Sedangkan dua terduga pelaku lain hanya terlibat pada tanggal 7 Januari 2023.
"Yang empat kali sepanjang 2022 di rumah salah seorang pelaku persis di sebelah rumah korban. Ketika kedua orang tua pelaku bekerja jualan sayur sehingga tidak ada orang di rumah," ujar Krisdiyansari.
Krisdiyansari menjelaskan bahwa saat ini korban masih enggan sekolah karena malu. Anak perempuan berusia 6 tahun itu sangat membutuhkan trauma healing.
"Sekarang korban tidak sekolah lagi karena teman-temannya sudah pada tahu. Psikolog cuma pemeriksaan, kalau sampai terapi belum ada," cetusnya.
(yla/chri)