Heru Budi Minta Pembaruan Data soal Kemiskinan Ekstrem di Jakarta

Pemprov DKI | CNN Indonesia
Selasa, 31 Jan 2023 13:47 WIB
Jika akar masalah segera ditemukan, intervensi yang tepat terkait masalah kemiskinan ekstrem pun dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam rapat terbatas bersama Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta di Balai Kota Jakarta, Senin (30/1). (Foto: Pemprov DKI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menggelar rapat terbatas bersama Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta guna membahas fenomena kependudukan di Jakarta yang terdata menambah kemiskinan ekstrem dan berkaitan langsung dengan stunting (gizi buruk), Senin (30/1).

Di Balai Kota Jakarta, Heru memberi instruksi agar segera ditemukan akar masalah. Sehingga, intervensi yang tepat terkait masalah kemiskinan ekstrem pun dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.

Hal itu juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan angka kemiskinan di Indonesia mencapai nol persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk itu, saya sudah minta kepada BKKBN untuk menetapkan sampel dan memastikan data-data yang ada di Carik Jakarta (yang juga sudah terkoneksi dengan BKKBN) selalu update dan sasarannya tepat," kata Heru.

Dari data yang terkumpul itu dilakukan pemetaan dan verifikasi, yang dilanjutkan pencocokkan dengan program bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sekretaris Utama BKKBN, Tavip Agus Rayantp menyatakan, dari jumlah bantuan yang diberikan, seharusnya tidak ada penduduk yang masuk kategori miskin ekstrem.

"Dari jumlah bantuan yang ada, logikanya harusnya sudah tidak ada penduduk miskin ekstrem jika tidak ada pertambahan penduduk baru lagi. Karena sebetulnya orang-orang yang ada di DKI sudah diintervensi dengan berbagai skema (bantuan) yang ada. Inilah justru sedang dicari akar persoalannya," katanya.

Tavip menjelaskan, kemiskinan secara umum berbeda dengan kemiskinan ekstrem. Penghitungan kemiskinan umum dilakukan menggunakan garis batas yang disebut garis kemiskinan, sementara garis kemiskinan ekstrem memiliki angka yang lebih rendah dari garis kemiskinan umum, yakni di angka setara US$1,9 (Purchasing Power Parity) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.

"Kalau dikonversikan ke rupiah senilai Rp11.633 per orang per hari atau Rp350 ribu per orang per bulan. Jadi orang akan terkategori sebagai penduduk miskin ekstrem kalau pengeluaran per kapita per harinya itu di bawah Rp11.633 rupiah tadi, atau secara akumulasi rumah tangga pengeluarannya di bawah Rp350 ribu per kapita per bulan," papar Tavip.

Kepala Bagian Umum BPS DKI Jakarta, Suryana menyampaikan, posisi kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta per Maret 2022 mencapai 0,89 persen atau sejumlah 95.668 jiwa.

Adapun fakta yang diperoleh BPS DKI Jakarta melalui survei sosial ekonomi yang dilakukan dua kali setahun menunjukkan, masih ditemukan sampel rumah tangga dengan identifikasi sebagai penduduk miskin ekstrem.

"Arahan Pak Pj Gubernur tadi bahwa akan ditelusuri siapa (yang tergolong penduduk dengan kemiskinan ekstrem) dan di mananya (lokasi), sehingga terlebih dahulu akan dilakukan verifikasi data. Kemudian dilakukan semacam intervensi terbaik apa yang harus dilakukan agar kemisikinan ekstrem di DKI Jakarta bisa tertuntaskan," ujar Suryana.

(rea)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER