Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sangihe tak bisa menunjukkan bukti video call verifikasi faktual yang menjadi dasar mereka meloloskan Partai Gelora sebagai peserta Pemilu Serentak 2024.
Hal itu diketahui saat Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo mengupas tentang proses verifikasi Partai Gelora dalam sidang etik dugaan manipulasi pemilu.
"Apa yang bisa meyakinkan majelis bahwa ada proses bahwa saudara melakukan video call dan video conference? Bukti apa yang bisa saudara sampaikan?" kata Ratna dalam sidang di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe Jelly Kantu mengaku tak ada bukti berupa rekaman yang ia bisa tunjukkan.
Jelly beralasan video call dilakukan secara tiba-tiba oleh pihak Gelora. Saat itu, ia tak sempat merekam karena sedang bersiap berangkat dari rumah.
"Memang saat itu juga saya tidak merekam video conference dan video call, tidak bisa direkam," ujarnya.
Jelly mengatakan dia mencatat nama, nomor induk kependudukan, nomor kartu tanda anggota partai 33 orang kader Gelora di komputer jinjingnya. Setelah itu, ia memasukkan (input) data tersebut ke dalam Sipol.
"Baik, berarti saudara tidak bisa tunjukkan bukti video conference dan video call yang saudara lakukan, tapi saudara hanya melakukan pencatatan?" tanya Ratna.
"Iya, Yang Mulia," jawab Jelly.
Sebelumnya, DKPP menggelar sidang etik terkait dugaan manipulasi pemilu. Perkara itu disidangkan atas aduan Anggota KPU Kepulauan Sangihe Jeck Stephen Seba.
Jeck mengatakan ada instruksi KPU RI dalan meloloskan beberapa partai sebagai peserta pemilu meskipun tak memenuhi syarat. Beberapa partai yang telah disebut dalam sidang di antaranya Partai Gelora, Partai Garuda, dan Partai Kebangkitan Nusantara.
(dhf/kid)