Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Chandrawati, mendapat vonis ultra petita atau melebihi tuntutan jaksa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sementara itu, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E menerima hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Pada Senin (13/2), majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Sambo bersalah dalam kasus pembunuhan Yosua Hutabarat. Hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Sambo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kadiv Propam Polri itu dinilai terbukti melanggar pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 49 juncto pasal 33 UU ITE jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Vonis itu lebih berat dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup karena melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hal yang sama juga diterima Putri, istri Sambo. Putri divonis 20 tahun penjara karena melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hukuman yang diterima Putri itu lebih berat dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Putri dengan hukuman delapan tahun penjara.
Sementara itu, Eliezer yang disebut sebagai eksekutor pembunuhan Yosua dihukum ringan. Vonis untuk Eliezer adalah penjara satu tahun enam bulan. Sebelumnya, jaksa menuntut Eliezer 12 tahun penjara.
Vonis untuk Sambo dan Putri dikenal dengan ultra petita. Ultra petita adalah putusan hakim yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Ultra petita menjadi salah satu perdebatan di dunia hukum. Ada pihak yang menilai hakim tak boleh memutus vonis melebihi tuntutan. Ada pula yang menilai putusan sebagai hak hakim.
Laporan penelitian Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI menyimpulkan vonis merupakan kewenangan hakim.
Mereka juga menyampaikan tidak ada aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang melarang ultra petita.
"Dalam kasus tertentu dimana ditemukan dalam fakta persidangan terdapat hal-hal yang memberatkan sehingga hakim memiliki keyakinan untuk menjatuhkan pidana lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum, maka hal ini tidaklah melanggar hukum acara pidana," dikutip dari laporan tahun 2016 yang diunggah di situs resmi Mahkamah Agung.
Sementara vonis ringan Bharada E yang jauh lebih ringan dari tuntutan sepenuhnya merupakan pertimbangan hakim atas penilaian sepanjang jalannya persidangan.
Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan hakim dalam perkara ini sepenuhnya telah mengikuti konstruksi Jaksa dalam peristiwa. Namun di sisi lain, hakim juga mendengar sumber lain.
"Itu putusan hakim sudah ikut konstruksinya jaksa, hanya beda angka vonis saja, kalau konstruksinya kan punya jaksa semua itu," ucap Mahfud di kompleks parlemen usia menghadiri rapat bersama Komisi III DPR, Rabu (15/2).
"Pembuktiannya mengikuti Jaksa, cuma hakim lalu mendengar sumber lain, lalu disimpulkan sendiri," tambahnya.
Hakim menyampaikan ada sejumlah pertimbangan di balik vonis ringan Eliezer. Pertama, ia berkelakuan sopan selama persidangan.
Hakim juga mempertimbangkan keputusan Eliezer sebagai justice collaborator. Selain itu, keluarga Yosua telah memaafkan Eliezer.
"Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi, keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa," ucap Hakim Anggota Alimin Ribut Sudjono saat pembacaan putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2).
(dhf/kid)