UGM Bantah Akan Beri Gelar Guru Besar Kehormatan ke Tokoh Nonakademik

CNN Indonesia
Kamis, 16 Feb 2023 14:30 WIB
UGM membantah rencana memberikan gelar guru besar kehormatan atau profesor kehormatan kepada tokoh nonakademik.
Universitas Gadjah Mada (UGM) membantah rencana pemberian gelar profesor kehormatan kepada tokoh nonakademik. (Detikcom/Bagus Kurniawan)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM) membantah ada wacana memberikan gelar guru besar kehormatan (honorary professor) kepada tokoh nonakademik atau pejabat publik.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM Arie Sujito mengklaim kampusnya saat ini justru sedang mengkritisi aturan Permendikbud Ristek soal pemberian gelar guru besar kehormatan kepada kalangan nonakademik.

Selain mengkritisi, lanjut Arie, UGM juga tidak sedang mengimplementasikan ketentuan dari Permendikbud Ristek Nomor 38 Tahun 2021 itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lah, itu kan peraturan menteri, UGM enggak menerapkan kok dan tidak memproses kok. UGM lagi mengkritisi peraturan menteri itu lalu memberi input ke menteri," kata Arie melalui pesan WhastApp kepada wartawan, Rabu (15/2).

Menurutnya, ketika perguruan tinggi lain menerapkannya, rektor UGM memilih untuk membentuk tim khusus guna mengkaji peraturan menteri itu sebelum memberikan rekomendasi strategis.

Pihaknya juga menyangkal UGM tengah menggulirkan wacana memberikan gelar guru besar kehormatan ke tokoh nonakademik yang kemudian memicu munculnya penolakan dari ratusan dosen ini.

"UGM tidak sedang memproses usulan guru besar kehormatan. Kita lagi fokus mengkaji dan mengkritisi peraturan menteri tentang profesor kehormatan itu," katanya.

Sebelumnya, 343 dosen asal 14 fakultas di UGM lewat sebuah surat pernyataan menolak kebijakan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada kalangan nonakademik.

Terdapat enam poin yang disampaikan melalui surat tertanggal 22 Desember 2022 tersebut. Pada poin pertama pernyataan bahwa profesor bukanlah gelar, namun jabatan yang wajib menjalankan kewajiban-kewajiban akademik. Sehingga, tak memungkinkan apabila dilaksanakan oleh individu dari kalangan nonakademik.

Poin kedua, pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu yang berasal dari sektor nonakademik tidak sesuai dengan asas kepatutan.

Guru Besar Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto yang tergabung dalam kelompok 343 dosen menyatakan penolakan didasari wacana pemberian gelar guru besar kehormatan kepada Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Wacana pemberian guru besar kehormatan kepada Perry itu, menurut Sigit, didahului atau didasarkan pada terbitnya Peraturan Rektor UGM Nomor 20/2022 tentang Tata Cara Pengangkatan Profesor Kehormatan yang ditetapkan Rektor UGM Ova Emilia 29 Agustus 2022.

Terbitnya Peraturan Rektor ini mempertimbangkan implementasi ketentuan Pasal 10 Permendikbud Ristek Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.

"(Rencana pemberian gelar guru besar kehormatan kepada Perry) menimbulkan resistensi atau penolakan. Sehingga, teman-teman dosen yang rasional, yang berpikir bahwa marwah akademis UGM harus dijaga itu membuat pernyataan atau petisi itu," kata Sigit.

Sigit menekankan surat pernyataan para dosen itu dibuat agar pihak rektorat mempertimbangkan kembali wacana pemberian gelar guru besar kehormatan tadi demi menjaga marwah, standar, dan etika akademik.

Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) turut menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan atau honorary professor bagi para pejabat publik di UGM.

Koordinator KIKA Satria Unggul menilai pemberian gelar kehormatan kepada pihak yang tidak layak akan berpotensi meruntuhkan reputasi perguruan tinggi pemberi gelar di mata publik. Selain itu, pemberian gelar itu juga merupakan bentuk pengkhianatan bagi civitas akademika.

"Yang semakin kritis sehingga merupakan bentuk pengkhianatan kepada semua elemen civitas akademika kampus yang telah bekerja keras dengan penuh pengorbanan untuk meningkatkan reputasi perguruan tinggi," kata Satria dalam keterangan tertulis.

Lebih lanjut, Satria menyatakan KIKA menolak keberulangan praktik-praktik transaksional dari pemberian gelar doktor kehormatan maupun profesor kehormatan kepada pejabat, pengusaha, dan orang-orang berpengaruh yang tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

"Yang justru berpotensi besar terhadap penyalahgunaan kekuasaan dari otoritas perguruan tinggi untuk transaksional," lanjutnya.

Menurutnya, perguruan tinggi harusnya memaknai otonominya untuk terus memproduksi ilmu pengetahuan secara berintegritas dan bertanggung jawab. Sebaliknya, pemberian gelar kehormatan dengan alasan otonomi perguruan jelas perlu diperingatkan.

Dia berkata KIKA mendukung upaya upaya yang dilakukan Koalisi Dosen UGM untuk menjaga integritas akademik dengan menolak pemberian gelar profesor kehormatan untuk pejabat publik.

CNNIndonesia.com telah meminta tanggapan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam dan Plt. Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto terkait polemik UGM ini. Namun, hingga saat ini keduanya belum merespons.

(kum/yla/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER