Hakim: Sisa Kerugian Negara Kasus Korupsi Heli AW-101 Jadi Rp17,22 M

CNN Indonesia
Kamis, 23 Feb 2023 00:30 WIB
Menurut majelis hakim kerugian negara dalam kasus korupsi pembelian helikopter AW-101 tersisa Rp17,22 M, bukan lagi Rp738,9 M sesuai dakwaan jaksa KPK.
Ilustrasi pengadilan tipikor menjatuhkan vonis. (Istockphoto/bymuratdeniz)
Jakarta, CNN Indonesia --

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyatakan kerugian negara dalam kasus korupsi pembelian Helikopter Agusta Westland (AW)-101 tersisa Rp17,22 miliar, bukan lagi Rp738,9 miliar sebagaimana dakwaan jaksa KPK.

Hal itu termuat dalam putusan perkara terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang dibacakan pada Rabu (22/2).

Ketua majelis hakim Djuyamto mengatakan pihaknya sependapat dengan kerugian negara sebagaimana perhitungan Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022 sebesar Rp738,9 miliar, tetapi bukan kerugian total (total loss).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu karena Helikopter AW-101 pada faktanya benar ada dan mempunyai nilai materiel, namun belum dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaannya.

Helikopter AW-101 telah diterima TNI AU dan terdaftar dalam Barang Milik Negara dengan nilai Rp550.563.910.814 dan terdapat kelebihan pembayaran yang telah disetorkan ke kas negara oleh Irfan pada 7 November 2019 sebesar Rp31.689.290.000 sesuai rekomendasi BPK.

Di samping itu juga ada nilai pembayaran termin III dan IV sebesar Rp139.424.620.909 yang masih berada di rekening lintas tahun atas nama PT Diratama Jaya Mandiri yang diblokir penyidik KPK yang dapat diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan negara.

"Maka, sisa kerugian negara menjadi sebesar Rp738,9 miliar dikurangi Rp550.563.910.814 dikurangi Rp31.689.290.000 dikurangi Rp139.424.620.909 sehingga terdapat jumlah Rp17.222.178.277," ujar Djuyamto di ruang sidang Hatta Ali PN Tipikor Jakarta Pusat.

Atas dasar itu, hakim menghukum Irfan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp17.222.178.277 subsider dua tahun penjara.

Irfan divonis dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Irfan selaku terdakwa dinilai terbukti melakukan korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa KPK yang ingin Irfan dihukum dengan pidana 15 tahun penjara.

Atas vonis ini, baik Irfan maupun jaksa KPK menyatakan bakal memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir.

Tindak pidana dilakukan Irfan bersama-sama dengan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Agus Supriatna; Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani; Direktur Lejardo, Pte. Ltd. Bennyanto Sutjiadji.

Kemudian Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (KADISADA AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 2015-20 Juni 2016 Heribertus Hendi Haryoko; KADISADA AU dan PPK periode 20 Juni 2016-2 Februari 2017 Fachri Adamy; Asisten Perencanaan dan Anggaran (ASRENA) KSAU TNI AU periode 2015-Februari 2017 Supriyanto Basuki; dan Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU periode 2015-Februari 2017 Wisnu Wicaksono.

(ryn/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER