Hakim konstitusi periode 2003-2006 Maruarar Siahaan sangsi Mahkamah Konstitusi akan menerima gugatan sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan mengembalikannya menjadi proporsional tertutup.
Maruarar menyebut sistem terbuka yang saat ini berlaku merupakan hasil putusan MK pada 2008. Menurutnya, putusan itu sudah mempunyai kekuatan hukum dan dilaksanakan, sehingga sulit untuk diubah.
"Kemungkinan MK akan bertahan pada keputusannya di masa lalu. Sehingga sukar mereka melihat itu sebagai perubahan yang harus dilaksanakan," kata Maruarar dalam siaran di CNN Indonesia TV, Selasa (28/2) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Maruarar mengakui putusan MK pada 2008 masih berpotensi diubah dan gugatan UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka menjadi tertutup bisa diterima. Menurutnya, gugatan itu bisa diterima jika terdapat perubahan kondisi yang fundamental.
"Kecuali ada perubahan fundamental, secara nasional yang mungkin terjadi, yang bisa membuat aturan itu inkonstitusional," ujarnya.
Maruarar lantas menjelaskan alasan MK mengubah sistem pemilu menjadi proporsional terbuka pada 2008. Dia menyebut Pemilu harus dijalankan secara demokratis.
Artinya, kata dia, calon pemimpin harus dipilih oleh rakyat, bukan partai. Dengan begitu, pemimpin diharapkan bisa benar-benar mewakili rakyat.
"Pada waktu inilah memang masuk akal bahwa sistem pemilu itu mengedepankan demokratisasi, dengan wakil yang memang benar mewakili suara rakyat. Bukan mewakili parpol saja," jelasnya.
Maruarar berpendapat adanya gugatan untuk mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup dengan alasan ongkos yang mahal sukar diterima.
Terlebih, permasalahan sistem merupakan wewenang DPR. MK hanya menilai kesesuaian sistem tersebut dengan konstitusi.
Dengan alasan itu pula dia semakin kuat menduga MK tidak akan mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
"Kalau memang berpendapat begitu, dia menyerahkan saja apa yang disebut differences terhadap keputusan/kebijakan dalam menentukan sistem pemilu kepada DPR," ujarnya.
Sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia pada 1955 sampai 1999. Setelah itu, Indonesia menggunakan sistem semi terbuka dengan menerapkan penghitungan suara bilangan pembagi pemilih (BPP).
Sistem tersebut digugat ke MK dan dikabulkan pada 2008. Sejak itu, Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka pertama kali di Pemilu 2009.
Saat ini, sistem pemilu proporsional terbuka digugat ke MK oleh sejumlah orang, di antaranya datang dari partai politik.
Dengan sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa memilih calon anggota legislatif langsung. Pemilih hanya bisa memilih partai politik, sehingga partai punya kendali penuh menentukan siapa yang duduk di parlemen.
(yla/tsa)