Anggota Komisi III DPR: Hukuman Mati Dimoratorium Terselubung
Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta mengatakan saat ini sebenarnya pidana hukuman mati telah dimoratorium atau dihentikan sementara secara terselubung. Sebab, alur hukuman mati dibuat panjang dan potensi eksekusinya rendah.
Wayan menjelaskan sebelum dieksekusi mati, terpidana bisa mengajukan banding, kasasi, sampai peninjauan kembali. Dalam peninjauan kembali, terpidana bisa mendapatkan grasi dan amnesti.
Menurutnya, masyarakat sipil tak perlu khawatir, meskipun Indonesia masih mempunyai hukuman mati.
"Kalau begitu berbelitnya, masih kah kita ragu bahwa hukuman mati ini sebenarnya secara terselubung sudah moratorium kok," kata Wayan di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (2/3).
Wayan mengakui aturan pidana hukuman mati merupakan produk politis. Dia menyebut banyak pihak juga yang setuju atas hukuman tersebut.
Namun, secara tidak langsung aturan yang saat ini sudah memihak pegiat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) hak asasi manusia (HAM).
"Karena ini produk politis, jadi begini jadinya. Anggap lah ini produk politik yang sesungguhnya sudah memihak adik-adik [LSM HAM]. Sudah memihak," ucap dia.
Apalagi, kata dia, aturan pidana hukuman mati dalam KUHP baru menerapkan hukum percobaan. Berdasarkan ketentuan pidana hukuman mati yang tertuang di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan dua hal.
Hal tersebut adalah rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kemudian, peran terdakwa dalam tindak pidana.
Lalu, pidana mati dengan masa percobaan harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kemudian, jika terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung.
Selain itu, pidana penjara seumur hidup dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
"KUHP saat ini dapat menjadi jawaban untuk kebijakan hukuman mati yang sesuai dengan seluruh kepentingan, yakni pidana mati bersyarat atau percobaan," kata dia.
Berdasarkan catatan KontraS yang dihimpun dalam kurun waktu Oktober 2021- September 2022, terdapat 31 vonis hukuman mati yang dijatuhkan di Indonesia.
Namun, hukuman mati mendapat kecaman dari para pegiat dan LSM HAM. Pasalnya, hukuman mati dianggap melanggar HAM.
(yla/tsa)