Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir mendesak hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan sisa tahapan Pemilu 2024 dijatuhkan sanksi non-palu atau tidak boleh mengadili kasus.
Sanksi non-palu diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi ini bisa masuk kategori sanksi sedang dan berat. Sanksi sedang dengan maksimal non-palu selama enam bulan, sedangkan berat minimal enam bulan dan maksimal dua tahun.
"Kalau perlu di-nonpalu-kan dulu. Hakim seperti ini sebaiknya jangan ditempatkan di PN sekelas Jakarta Pusat," kata dia dalam keterangannya, Jumat (3/3).
Adies pun mendesak Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) menghukum hakim-hakim dengan dipindahtugaskan dari PN Jakpus.
"Saya minta agar Badan Pengawas MA RI dan KY untuk segera memeriksa hakim-hakim tersebut," tegasnya.
Menurutnya, putusan yang dikeluarkan justru membuat gaduh dan tidak peka atas perkembangan politik saat ini.
"Kurang peka terhadap kondisi Negara dan perkembangan politik saat ini. Membuat kegaduhan baru," pungkas dia.
Setelah masa reses usai, Komisi III pun bakal memanggil pihak MA untuk berkoordinasi masalah terkait.
"Setelah masuk masa sidang setelah reses, kami Komisi III DPR RI akan memanggil Sekretaris MA RI," ujar Adies.
Sebelumnya, majelis hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU. Dalam amar putusannya, PN Jakpus meminta KPU menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Mereka keberatan atas putusan KPU yang menyatakan Partai Prima tak memenuhi syarat peserta Pemilu 2024.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
Di sisi lain, KY juga tengah menunggu laporan masyarakat soal polemik putusan tunda tahapan Pemilu 2024 oleh PN Jakpus itu.
"Basis apakah KY bisa melakukan pemeriksaan itu adalah dugaan awal pelanggaran perilaku hakim, yang diperoleh dari informasi maupun bukti-bukti lainnya. Untuk itu, laporan masyarakat menjadi penting sekali sebagai basis informasi," ujar Juru Bicara KY Miko Ginting kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/3).
Namun, ia menekankan ranah KY ialah pada dugaan pelanggaran perilaku hakim, bukan substansi putusan hakim.
KY tidak bisa menilai benar atau salahnya suatu putusan. Namun, putusan itu dapat menjadi pintu masuk ada atau tidaknya dugaan pelanggaran perilaku hakim.
(mnf/pmg)