Badan Legislasi (Baleg) DPR RI belum lama ini telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan sebagai inisiatif DPR dan membawanya ke rapat paripurna. Namun, RUU tersebut makin banyak mendapat penolakan dari berbagai kalangan karena dinilai menjadi celah untuk melemahkan kedudukan BPJS.
Salah satu penolakan datang dari pendiri dan CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih. Menurutnya perumusan RUU tersebut terlalu cepat dan tidak transparan sebab terdapat beberapa pasal yang perlu mendapat kritik dan perhatian dari masyarakat.
Diah menilai, pembahasan RUU Kesehatan di Baleg DPR terlalu singkat untuk dibawa ke rapat paripurna. Sejak isu Omnibus Law RUU Kesehatan ini sudah bergulir pada September 2022, kritikan dari banyak kalangan terus disuarakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sayangnya, meski banyak kritik dan penolakan, Baleg DPR nyata jalan terus membahas RUU ini. Bahkan, masyarakat kebanyakan juga susah mengakses drafnya," ungkap Diah dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu.
Selain itu Diah turut mengkritisi RUU Kesehatan yang diprediksi akan menghilangkan independensi BPJS Kesehatan. Hal itu seperti tertuang dalam Pasal 425 ayat 3 yang dengan gamblang disebutkan bahwa BPJS Kesehatan berkewajiban melaksanakan penugasan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Menurutnya, Pasal 425 ayat 3 itu justru ditakutkan dapat mempersulit BPJS Kesehatan dalam mengelola dan menjamin solvabilitas dana amanat.
Sementara itu Ketua Presidium INSP!R Indonesia Yatini Sulistyowati mengatakan bahwa hadirnya RUU Kesehatan justru kontraproduktif bagi kedua BPJS dalam mengelola jaminan sosial. Pasalnya BPJS mengelola dana masyarakat, bukan dana APBN/APBD, sehingga pengelolaannya harus terhindar dari intervensi pihak lain termasuk Menteri.
"Salah satu faktor pendukung pelaksanaan jaminan sosial yang handal adalah diberinya kewenangan dan tugas organ BPJS yaitu Direksi dan Dewan Pengawas secara independen dan bertanggung jawab langsung ke Presiden," tegas Yatini.
Sejalan dengan itu Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka dalam sebuah postingan di akun instagramnya @riekediahp dengan keras menolak RUU Kesehatan.
Dia melihat terdapat pihak-pihak yang ingin mengalihkan skema pengelolaan dana dan juga operasional BPJS yang sudah diatur sebelumnya pada Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang- undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Ini bukan uang negara, ini uang peserta, makanya dalam undang-undang disebut dana amanah, tiba-tiba ada pihak-pihak yang terindikasi ingin mengalihkan skema yang sudah diatur di UU SJSN dan UU BPJS," ujar Rieke.
"Sekali lagi, BPJS itu bukan badan profit oriented tapi badan nirlaba. Ada kepentingan politik ya silahkan urusan masing-masing tapi jangan pakai duit rakyat, yang potongan upah mereka tiap hari," ungkap Rieke.
(osc)