Bareskrim Polri mengaku tengah mendalami kandungan obat-obatan yang sempat dikonsumsi dua pasien Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang kembali muncul pada awal tahun 2023.
Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan saat ini penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu tengah memeriksa kandungan vaksin imunisasi dan obat Paracetamol merk Drop yang sebelumnya pernah dikonsumsi korban.
"Saat ini Polri masih mendalami obat lain. Obat lain selain Praxion yang dikonsumsi korban antara lain vaksin saat imunisasi dan obat sirup paracetamol drop," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laboratorium Forensik Polri sebelumnya telah mendalami isi kandungan obat Praxion yang sempat dikonsumsi korban. Hasilnya, obat itu dinyatakan aman.
Berdasarkan hasil uji bahwa obat Praxion masih aman dikonsumsi. Kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat Praxion masih dalam ambang batas aman.
Adapun kandungan EG dan DEG dalam obat sirup yang di luar batas aman diduga kuat sebagai penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak.
"Hasil uji terhadap obat Praxion tersebut menyatakan bahwa jenis obat tersebut masih sesuai dengan ambang batas yang ditentukan," ujarnya Rabu (8/3).
Sampai saat ini, total ada 7 perusahaan farmasi dan 4 perorangan yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus GGAPA yang menewaskan ratusan anak.
Penetapan tersangka itu dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
Dua korporasi yang dijerat sebagai tersangka oleh BPOM merupakan perusahaan farmasi PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical.
Sementara lima korporasi lainnya PT Afi Farma, CV Samudera Chemical, PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, serta PT Fari Jaya Pratama ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri.
Atas perbuatannya seluruh tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Subsider, Pasal 60 Angka 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 62 Ayat 1 Juncto Pasal 8 Ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Juncto Pasal 56 Ayat 2 KUHP.