Dalam era digitalisasi seperti saat ini, aplikasi berbasis teknologi semakin banyak bermunculan, termasuk di sektor publik. Akan tetapi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, menekankan bahwa pengembangan aplikasi baru bukanlah solusinya.
Pada acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2023 di Jakarta, ia mengakui bahwa pemerintahan digital saat ini menjadi kunci efektivitas pelayanan publik di Indonesia. Hanya saja, dalam catatannya saat ini ada sekitar 27.000 aplikasi layanan dari pusat sampai daerah.
"Kalau selama ini kan rakyat misalnya mau akses layanan sektor A, maka dia download aplikasinya, bikin akun, dan isi begitu banyak data. Lalu besoknya mau akses layanan B, harus download aplikasi lainnya, bikin akun lagi, dan isi begitu banyak data. Artinya ini perlu diefektifkan biar hemat waktu, juga hemat kuota internet," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (21/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anas lantas membeberkan jumlah komplain terkait layanan digital pemerintah sejak 2020-2022 yang mencapai 10.799 komplain. Beberapa di antaranya adalah warga protes karena harus mengisi data yang sama di berbagai aplikasi layanan yang berbeda.
Maka dari itu, Anas menekankan pentingnya konsolidasi aplikasi menjadi platform digital terpadu yang menggunakan basis data kependudukan dan mengadopsi skema 'single sign on'.
Menurutnya, dengan basis data kependudukan, ke depannya cukup menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk mengakses berbagai layanan digital pemerintah tanpa perlu mengisi data yang sama berulang kali.
"Kalau selama ini, kita masukkan data NIK masih harus input data alamat, nama orang tua, nomor Kartu Keluarga, bahkan di sebagian aplikasi masih harus foto KTP-KK dan KTP-KK itu diunggah ulang. Arahan Presiden, semua harus ringkas," pungkas Anas.
Anas pun menegaskan pentingnya konsolidasi ini agar tidak lagi ada pembangunan aplikasi baru yang terlalu banyak dan berlebihan.
"Itu kuncinya. Ketika negara indeks SPBE-nya bagus, maka kemudahan berusahanya bagus, artinya pelayanan investasinya bagus; indeks persepsi korupsinya dan penegakan hukum juga bagus," ujar Anas.
Anas mencontohkan Denmark yang memiliki indeks SPBE nomor satu dan berhasil menempatkan indeks persepsi korupsi, kemudahan berusaha, dan penegakan hukum di peringkat atas seluruh dunia.
Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien, digitalisasi menjadi kunci yang tak terhindarkan. Namun, penting juga bagi pemerintah untuk tidak terjebak dalam keinginan untuk terus membuat aplikasi baru dan memperbanyak jumlahnya, melainkan mengkonsolidasikan aplikasi yang telah ada untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik.
(osc)