Sultan HB X Buka Suara Respons Klitih Masih Bermunculan di DIY

CNN Indonesia
Senin, 27 Mar 2023 20:31 WIB
Gubernur DIY Sultan HB X menilai untuk mengatasi persoalan kekerasan jalanan anak di bawah umur atau klitih membutuhkan pula peran vital para orang tua.
Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X (kiri) saat di Jakarta beberapa waktu lampau. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X meyakini hukuman pidana penjara tak akan cukup untuk menekan fenomena terjadinya kejahatan jalanan alias klitih oleh pelaku lainnya.

Sultan menegaskan jika bukan hanya tugas aparat penegak hukum saja, sejatinya keluarga turut memiliki peran vital mencegah agar anak-anak mereka tak terjerumus pada tindak kejahatan, khususnya klitih.

"Upaya (mengantisipasi) lain (selain aparat dan keluarga), saya belum menemukan. Lha wong nyatanya di sel (hukuman penjara) juga tetap terjadi. Sekarang, bagaimana keluarga itu bisa membangun konsolidasi sendiri. Kalau kebebasan itu dilepas, (anak) pergi tidak pernah pulang, ya susah," kata Sultan di Yogyakarta, Senin (27/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sultan memandang hal penting dalam persoalan kekerasan jalanan ini ialah bagaimana orang tua memiliki kemauan untuk membatasi anak selama mereka masih berstatus di bawah umur. Orangtua, tegasnya, perlu lebih memperhatikan keberadaan anak di rumah.

"Dalam arti, ya di malam hari orangtua mau bangun untuk lihat tempat tidur anaknya, apakah ditempati atau tidak. Asal orang tua mau begitu, mau membangun dialog yang baik. Saya kira hal seperti itu manusiawi dan harus bisa dilakukan," kata Raja Keraton Yogyakarta itu.

Sultan mengatakan sejauh ini aturan jam malam demi menekan kasus klitih belum perlu diterapkan karena hanya akan memicu pro dan kontra di tengah publik. Sementara wacana pengadaan sekolah khusus bagi anak yang terlibat kekerasan jalanan, Sultan menyatakan masih mempertimbangkannya.

"Kalau ada sekolah khusus, apakah orang tua atau si anak mau. Dan persoalan sekian puluh tahun yang lalu sama sekarang kan beda. Saat ini (anak) cenderung lebih karena merasa bebas saja," kata dia.

Kasus klitih sebelumnya dilaporkan kembali di wilayah DIY, tepatnya di Kota Yogyakarta, Jumat (24/3) pagi. Sebanyak 15 pelaku, yang mana 9 di antaranya berstatus anak bawah umur ditangkap atas dugaan tindak penganiayaan terhadap seorang anak berusia 15 tahun.

Kasus ini sendiri dipicu usai korban dan rombongannya hendak melakukan perang sarung dengan kelompok tertentu, namun keburu terjadi gesekan dengan kubu pelaku di tengah perjalanan.

Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan menyebut terdapat 42 laporan polisi menyangkut kasus kejahatan jalanan alias klitih di wilayahnya yang melibatkan remaja atau anak-anak bawah umur sebagai pelakunya.

Menurut Suwondo, angka tersebut adalah akumulasi dari jumlah laporan masuk selama bulan Januari hingga Februari 2023. Selain itu ada 10 kasus kejahatan jalanan yang dilakukan dengan modus lain. Semisal penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector atau kasus-kasus perampasan lainnya yang tak masuk kategori klitih.

"Selama Januari-Februari ada 52 laporan polisi terkait kejahatan jalanan, di mana 42 (di antaranya) itu adalah kejahatan jalanan yang pelakunya adalah anak-anak dan remaja, yang kita sebut dengan kejahatan jalanan anak-anak," kata Suwondo di Mapolresta Yogyakarta, Minggu (26/3) malam.

Dari 42 laporan itu, lanjut Suwondo, sebanyak 26 di antaranya telah terjadi konflik. Sedangkan separuhnya lagi bisa diantisipasi oleh anggota maupun masyarakat sehingga baru mengarah ke kepemilikan senjata tajam tanpa izin.

Suwondo menjelaskan pihaknya pun mengantisipasi angka kejahatan jalanan oleh pelaku anak atau remaja cenderung meningkat di Ramadan 1444 H ini. Aktivitas perang sarung memicu kenaikan jumlah kasusnya.

Suwondo menyebut, kepolisian telah mengamankan sedikitnya 20 orang terlibat perang sarung hingga Minggu (26/3). Terbaru, ada 7 orang di Kabupaten Gunungkidul dan 4 di Sleman yang terjaring dalam satu hari kemarin.

"Terhadap mereka memang belum terjadi tindakan pidana, tidak juga ada benda-benda yang bisa dijerat dengan hukum dan segera dipanggil orangtua dan gurunya untuk segera dilakukan pembinaan," katanya.

"Secara angka turun, tapi kalau bicara soal pencegahan banyak sekali. Nah 26 laporan polisi, kalau kami tangkap 3 (tindaklanjuti laporan) sejumlah sekitar 90 orang jadi tersangka. Ini jumlahnya terlalu besar," tambahnya.

(kum/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER