Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut sistem politik Indonesia selama ini tidak ramah bagi kalangan perempuan. Termasuk di level pilpres.
Bivitri menyebut perempuan yang bukan bagian dari elite masih susah masuk ke dalam lingkaran politik.
"Enggak banyaknya perempuan yang menonjol kecuali kalau dia bagian dari elit politik seperti Mba Puan dan seterusnya, itu memang karena sistem politik kita tidak ramah perempuan," kata Bivitri di acara diskusi INFID di Jakarta, Kamis (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menganggap jelang kontestasi Pilpres 2024, sosok perempuan juga masih jarang menjadi perbincangan publik.
Jika ada sosok perempuan yang muncul, ia hanya dianggap sebagai peraih suara semata.
"Jadi, kalau ada nama yang masuk, yang dianggapnya itu punya basis massa misalnya Bu Khofifah, dianggapnya Jawa timur itu bisa dipegang, tapi sebenernya enggak ada yang substantif," ujarnya.
Bivitri menekankan stigma atas perempuan di politik perlu diubah. Terutama, pekerjaan domestik yang kerap melekat di perempuan lahir dari konstruksi masyarakat.
Di sisi lain, laki-laki tidak pernah ditanyakan soal tersebut. Dia menyebut hal ini yang membuat lingkungan politik Indonesia tidak nyaman bagi perempuan.
"Contoh, masak padahal masak kan lifeskill. Kemudian sehingga masyarakat luas melihat kandidat caleg atau capres dia tidak bertanya perempuan beli tas mahal atau tidak bisa mengurus anak," kata dia.
(mnf/bmw)