Manuver Terakhir Jenderal Purnawirawan Moeldoko Kudeta Demokrat
Legalitas kepemimpinan Partai Demokrat memasuki babak baru usai Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait status Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kabar tersebut disampaikan langsung oleh AHY beberapa jam sebelum pihaknya menyerahkan kontra memori ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Senin (3/4), terkait PK yang diajukan oleh Moeldoko.
AHY menyebut Moeldoko Cs masih mencoba untuk mengambil alih Partai Demokrat pasca Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang pada 2021 lalu.
"KSP Moeldoko mengajukan PK pada tanggal 3 Maret 2023. Tepat satu hari setelah Partai Demokrat secara resmi mengusung saudara Anies Baswedan sebagai Bacapres," ujarnya di Kantor DPP Partai Demokrat Posko Perubahan dan Perbaikan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/4).
Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat kubu Moeldoko Saiful Huda membantah pengajuan PK dikaitkan dengan upaya menjegal pencapresan Anies.
Huda berdalih pengajuan PK dilakukan sebagai bagian dari persoalan internal Demokrat yang belum selesai. Pihaknya masih ingin kembali membuktikan kepemimpinan AHY di Demokrat ilegal.
"Enggak ada hubungannya dengan penjegalan pencalonan Anies, enggak ada hubungannya. Itu hanya halusinasi AHY saja," jelasnya.
Moeldoko sendiri masih menahan diri bicara soal PK tersebut. "Ora ngerti aku, ora ngerti," kata Moeldoko di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, Senin (3/4).
Langkah PK itu dinilai sebagai bukti masih ada pengaruh Moeldoko di lingkaran Demokrat. Artinya, Moeldoko masih punya kekuatan politik untuk menggeser posisi AHY dan terlibat secara aktif dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Ia masih punya kekuatan dan pengaruh untuk mengambil alih Demokrat," kata pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro Selasa (4/4).
Pengajuan PK sekaligus dinilai jadi langkah penghabisan Moeldoko dalam operasi mengambilalih Demokrat. Menurut pengamat politik dari Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga pengajuan PK tidak mungkin dilakukan apabila tujuannya hanya ingin mengganggu konsentrasi dan perolehan suara dari Demokrat saja.
Demokrat terlalu besar untuk sekadar diganggu. Jamiluddin berkata Demokrat punya basis konstituen yang tidak bisa dianggap sepele dan sangat bisa mempengaruhi Pilpres 2024.
"Moeldoko tampaknya tetap berkeinginan mengambil alih Demokrat karena buat mereka, Demokrat ini salah satu partai yang potensial," jelasnya saat dihubungi, Senin (3/4).
"Karena itu kalau Demokrat bisa diambil, tentu ini akan menguntungkan bagi pihak-pihak yang di belakang Moeldoko," imbuhnya.