Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengatakan vonis melebihi tuntutan atau ultra petita dalam perkara mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dibenarkan dalam hukum pidana.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso merespons memori banding penasehat hukum Sambo yang menyoal vonis kliennya melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lihat Juga :![]() BREAKING NEWS Vonis Sidang Banding: Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ultra petita merupakan kondisi di mana majelis hakim menjatuhkan vonis melebihi tuntutan JPU. Hakim Singgih menjelaskan istilah ultra petita sebenarnya tidak dikenal dalam hukum pidana.
"Tentang hal ini majelis hakim tinggi berpendapat bahwa ultra petita tidak dikenal baik dalam hukum acara pidana maupun di hukum pidana," ujar Singgih saat membacakan pertimbangan banding Sambo di PT DKI Jakarta, Rabu (12/4).
Singgih menyebut ultra petita hanya dikenal dalam hukum perdata yang diatur melalui hukum acara perdata, sedangkan tidak untuk hukum pidana.
Meskipun demikian, kata Singgih, vonis melebihi tuntutan jaksa kerap dibuat oleh majelis hakim yang kemudian menjadi yurisprudensi.
"Sistem hukum Indonesia tidak terpaku pada civil law atau undang-undang jadi sumber hukum, tetapi juga bermuara pada common law yang didasarkan pada yurisprudensi," ujarnya.
Lihat Juga : |
Oleh karenanya, PT DKI tidak menolak putusan hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Sambo.
"Dengan demikian secara mutatis mutandis ultra petita dibenarkan dalam lapangan hukum pidana," ujarnya.
Pada hari ini, Sambo menjalani sidang putusan banding. PT DKI Jakarta menguatkan putusan tingkat pertama, sehingga Sambo tetap dihukum mati.
Banding yang diajukan terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal juga akan dibacakan dalam persidangan hari ini.
Mereka diproses hukum atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Di tingkat pertama, Putri divonis 20 tahun penjara, Ricky Rizal 13 tahun penjara, dan Kuat Ma'ruf 15 tahun penjara.