Presiden Joko Widodo memberikan grasi untuk terpidana mati kasus narkotika Merri Utami. Hal itu diungkap kuasa hukum Merri, Aisyah Humaida Musthafa.
Aisyah mengatakan grasi diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G Tahun 2023. Keppres itu ditandatangani Jokowi tanggal 13 Maret 2023.
"Suratnya tanggal 13 Maret, tetapi Merri Utami dapat informasi mengenai grasinya beberapa hari setelahnya," kata Aisyah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (14/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aisyah mengapresiasi langkah Jokowi memberi grasi untuk Merri. Namun, ia menyayangkan proses yang terlalu lama untuk pemberian grasi.
Dia berkata LBH Masyarakat telah mengajukan permohonan grasi untuk Merri Utami pada 2016. Namun, pemerintah tak kunjung merespons permohonan itu.
Pada 2021, LBH Masyarakat membuat aksi teatrikal untuk memperingati 20 tahun Merri Utami dipenjara. Tahun berikutnya, mereka mengajukan peninjauan kembali (PK), tetapi dimentahkan Pengadilan Negeri Tangerang.
"Ini memang enggak sesuai aturan. Undang-undang Grasi enggak selama ini untuk memutuskan," ucapnya.
Aisyah berkata akan memperjuangkan pembebasan Merri dari penjara. Menurutnya, hukuman seumur hidup masih tak manusiawi karena lebih tinggi dari ketentuan umun di KUHP.
"Kita mengupayakan supaya bisa menjadi hukuman angka. Bagaimana prosesnya masih kita bicarakan," ujarnya.
Merri Utami ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada 31 Oktober 2001. Petugas menemukan heroin 1,1 kilogram di tas Merri.
Merri datang dari Nepal usai liburan. Tas yang ia bawa adalah pemberian kenalannya bernama Jerry, seorang berkebangsaan Kanada.
Pada Mei 2002, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis mati Merri Utami. Ia sempat mengajukan kasasi, tetapi Mahkamah Agung menolaknya pada Januari 2003.
(dhf/tsa)