Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir berharap tak muncul rezimentasi agama di Indonesia lantaran perbedaan penetapan waktu Hari Raya Idulfitri 1444 H.
Rezimentasi agama, menurut Haedar, merupakan masalah di mana agama secara bias dan subyektif lalu ingin disenyawakan dengan negara dan menjadi kekuatan negara.
Hal tersebut disampaikan Haedar merespons polemik tak diizinkannya penggunaan fasilitas negara di beberapa kota sebagai tempat Salat Id warga Muhammadiyah pada Jumat 21 April.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tengah perbedaan tersebut negara harus hadir secara adil dan ihsan. Lebih-lebih dalam urusan keagamaan, jangan sampai terjadi rezimentasi agama tumbuh di negara ini," kata Haedar dalam keterangannya di laman resmi Muhammadiyah, Senin (17/4).
Haedar mengatakan gejala rezimentasi agama terjadi di mana agama secara bias, tendensius, dan subjektif baik itu berbentuk paham atau golongan ingin disenyawakan dengan negara lalu menjadi kekuatan negara.
Haedar meminta negara hadir secara adil dan ihsan dalam memandang dan memberikan fasilitas jika terjadi perbedaan penetapan waktu Hari Raya Idulfitri di Indonesia.
Menurutnya, perbedaan Hari Raya Idulfitri merupakan hal lumrah karena menyangkut ijtihad. Ia menilai lebaran Idulfitri boleh berbeda, tetapi umat Islam bersama merayakan dan melaksanakannya.
"Kalau misalkan tidak memberi fasilitas yang selama ini digunakan menjadi milik negara untuk yang berbeda seperti besok Muhammadiyah lebaran 21 (April 2023), tidak perlu bikin larangan. Syukur lebih kalau silahkan gunakan, hari ini digunakan Muhammadiyah, besok digunakan tanggal 22," ujarnya.
Haedar menyebut penggunaan satu lokasi untuk Salat Id yang berbeda hari tak membatalkan salah satu di antara keduanya. Bahkan, lokasi tersebut mendapat keberkahan dua kali lipat karena digunakan Salat Id berulang kali.
Haedar mengaku bisa saja menggelar Salat Id di berbagai fasilitas milik Muhammadiyah. Namun, ia ingin mengingatkan fasilitas negara adalah milik seluruh golongan.
"Kami bisa menyelenggarakan di tempat kami. Tapi yang kami inginkan adalah negara, pemerintah dengan segala fasilitasnya itu milik seluruh golongan dan rakyat," katanya.
Mengutip perkataan Presiden Pertama Indonesia Sukarno dalam Pidato 1 Juni, Haedar menyebut bahwa Indonesia bukan milik satu orang, tapi milik semua untuk semua.
"Lebih dari itu, mari kita bangun bangsa ini menjadi lebih maju. Kalau persoalan-persoalan tadi itu kan persoalan rumah tangga kita berbangsa dan bernegara, ada dinamikanya tidak perlu didramatisasi," ujarnya.
Sebelumnya Pemkot Sukabumi dan Pekalongan menolak memberi izin penggunaan fasilitas publik untuk salat Idulfitri pada Jumat 21 April
Muhammadiyah menetapkan Hari Raya Idulfitri atau 1 Syawal 1444 H jatuh pada 21 April. Idulfitri tahun ini diprediksi akan berbeda antara Muhammadiyah dan pemerintah.
Kementerian Agama menggelar Sidang Isbat untuk menentukan Hari Raya Idulfitri 2023 atau 1 Syawal 1444 H pada Kamis, 20 April mendatang.
(rzr/fra)