Makam Keramat Ratu Ayu, Perempuan Pejuang dan Penyebar Islam
Di tengah hiruk pikuk jalanan Limo, Depok, tepat di samping Fakultas Teknik UPN Veteran Jakarta terdapat kompleks makam.
Makam tersebut merupakan makam dari Ratu Ayu Nyi Mas Lismining Puri yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di daerah Limo ratusan tahun lalu.
Ketika datang di kompleks makam tersebut, pengunjung akan disambut dengan gapura yang bertuliskan, "Makam Kramat Limo, Ibu Ratu Ayu Nyi Mas Lismining Puri" dengan tulisan sanskerta di atasnya.
Di dalam kompleks tersebut, terdapat rumah Joglo berukuran sedang yang dikelilingi dengan sejumlah makam keluarga mengelilingi rumah tersebut.
Sedangkan, makam Ratu Ayu sendiri berada di dalam rumah Joglo itu.
Tertulis di batu nisannya, Ratu Ayu memiliki nama lengkap Ibu Ratu Raden Ayu binti Pangeran Sagiri. Dalam batu nisan itu juga tertulis ia berasal dari Jatinagara Sodong. Namun, tidak tertulis secara pasti kapan ia meninggal.
Selain makam Ratu Ayu, dalam rumah Joglo itu, juga terdapat dua makam keturunan Ratu Ayu.
Rumah itu bercat putih di bagian luar dan dalam. Pintu rumah itu sangat indah dengan ukiran khas Jawa. Di bagian dalamnya terdapat empat tiang kayu yang menyangga bangunan.
Raya (67) yang merupakan keturunan langsung Ratu Ayu walaupun dalam kondisi sakit dan berbaring, ia tetap bersemangat menceritakan kisah dari leluhurnya.
Ia menuturkan Ratu Ayu merupakan penyebar agama Islam yang merupakan keturunan dari Kerajaan Mataram.
"Jadi, tadinya Ibu Ratu itu kan orang kerajaan Mataram kan enggak mau dikekang jadi dia pergi dari keluarga dia," kata Raya ketika ditemui CNNIndonesia.com, Jumat (10/3).
Sepelariannya dari Mataram, Ratu Ayu terdampar di daerah Limo ratusan tahun silam. Setelah itu pula ia menyebarkan Islam di sana.
"Terus, dia terdampar lah di Limo berapa ratus tahun lalu dan dia di situ menyebarkan agama Islam," ujar dia.
Raya tidak dapat merinci terkait tahun Ratu Ayu meninggal. Ia menerangkan berdasarkan cerita dari leluhurnya, Ratu Ayu berwasiat ia ingin dimakamkan di Limo.
"Dia minta tinggal di sini, dimakamkan di sini, dia enggak mau dipulangin ke keluarganya," katanya.
Raya sendiri telah menjadi penjaga makam tersebut sejak sepeninggalan ayahnya pada 1980-an silam.
Raya menyampaikan makam leluhurnya itu buka selama 24 jam bagi para peziarah. Tidak terbatas oleh jam berkunjung. Menurutnya, yang berziarah ke sana juga berdatangan dari berbagai macam daerah.
Bagi para peziarah yang hendak mengunjungi makam, bisa meminta kunci rumah Joglo tersebut ke Raya selaku penjaga yang tinggal tidak begitu jauh dari makam.
"Buka 24 jam. Kalau dia datang minta izin ya kita kasih. Banyak, kadang jam 1 kadang setengah 2, dari Bekasi, Kuningan. Banyak yang nginep juga," ucap Raya.
Bahkan menurut cerita tidak sedikit pejabat negara yang berziarah ke sana.
"Dari masih ada bapak saya mah banyak itu yang mendirikan Golkar, Jenderal Umar Wirahadikusuma," pungkasnya.
Sejarawan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Humaidi menyebut Ratu Ayu merupakan putri dari Pangeran Sagiri yang merupakan anak dari Sultan Ageng Tirtayasa.
Menurutnya, Ratu Ayu hidup di era 1700-an dan merupakan penghubung kerajaan Mataram kala mereka mencoba menduduki wilayah Jayakarta.
"Dia kan cucu Sultan Ageng Tirtayasa, saya melihatnya sebagai penghubung antara gerilyawan yang melawan Belanda dengan sisa-sisa pasukan Mataram," kata Humaidi ketika ditemui CNNIndonesia.com, Senin (20/3).
Selama di Limo, ia mendirikan permukiman yang kelak menjadi tempat perjuangan melawan VOC kala itu.
"Di Limo dia mendirikan suatu permukiman, dia bermukim di sana karena menjadi penghubung karena nanti kelak akan ada perjuangan untuk melawan penjajahan," ujar dia.
Humaidi memprediksi, sosok penghubung ini menandakan dia merupakan orang yang dihormati dan ahli strategi militer.
"Makam Ratu Ayu ini menjadi penting, kenapa? karena di era serba laki-laki namanya diabadikan dan dikeramatkan sebagai salah satu jejaring perlawanan di Jakarta. Artinya, ada lho, tokoh perempuan," pungkasnya.