Pengacara AKBP Dody: Replik Jaksa Tak Memiliki Logika Hukum
Pengacara mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, Adriel Viari Purba menolak seluruh dalil jaksa penuntut umum (JPU) yang tertuang dalam replik kasus jual beli barang bukti 5 kg sabu.
"Kami penasehat hukum dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil Jaksa Penuntut Umum dalam Replik, kecuali hal-hal yang diakui dan dinyatakan secara tegas kebenarannya oleh Penasehat Hukum," kata Adriel saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (26/4).
Adriel menyatakan pihaknya tetap pada dalil-dalil yang menjadi dasar dan pertimbangan dalam nota pembelaan atau pledoi yang telah disampaikan pada sidang, Rabu 5 April lalu.
"Kami melihat kalau replik jaksa penuntut umum tidak memiliki logika hukum yang mendalam dalam menanggapi pledoi dari kami tim kuasa hukum terdakwa," ujarnya.
Lebih lanjut, Adriel mengklaim Dody terpaksa turut serta dalam peredaran narkotika karena perintah mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Teddy Minahasa.
Menurutnya, Dody merasa terancam secara psikis karena berada di bawah kendali doktrin organisasi agar menaati perintah pimpinan.
"Sehingga terdakwa sebenarnya tidak memiliki niat untuk melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum," katanya.
Lebih lanjut, kubu Dody berharap agar Majelis Hakim memutuskan perkara dengan seadil-adilnya ataupun sebagaimana permohonan yang kami sampaikan dalam pledoi atau nota pembelaan.
Ditemui usai sidang, Adriel berharap Dody dapat divonis lepas dari segala tuntutan.
"Kalau Pak Dody ontslag," ucap Adriel usai sidang.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Dody dengan hukuman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Dody dinilai menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.
Tindak pidana itu Dody lakukan bersama Teddy Minahasa, Linda Pujiastuti, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.
Sedangkan Teddy dituntut dengan hukuman mati lantaran dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan peredaran narkoba secara ilegal.
Lalu, Linda dituntut dengan pidana 18 tahun penjara, Kasranto dan Syamsul Ma'arif sama-sama dituntut pidana 17 tahun penjara. Sedangkan Janto dituntut pidana 15 tahun penjara.
Jaksa juga meminta majelis hakim menghukum mereka untuk membayar denda sebesar Rp2 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(pop/fra)