Usulan Revisi UU TNI: Posisi Wakil Panglima, Pensiun hingga 60 Tahun
Markas Besar (Mabes) TNI tengah membahas revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Sejumlah poin perubahan diusulkan dalam revisi tersebut.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono pada akhir April lalu menerima paparan rencana revisi UU itu dari Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono mengatakan draf paparan revisi itu masih konsep internal pihaknya.
"Paparan itu baru konsep internal, belum approve Panglima," kata Julius.
Dalam paparan itu, ada usulan perubahan pada pasal 13. Dalam ayat 1 usulan revisi berbunyi: TNI dipimpin oleh seorang panglima berpangkat perwira tinggi bintang yang berada langsung di bawah presiden.
Perubahan juga diusulkan pada ayat 3 pasal itu. Dalam UU TNI saat ini, pasal 13 ayat 3 berbunyi: Pengangkatan dan pemberhentian Panglima berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
Sementara dalam usulan, ayat 3 berbunyi:
Panglima dibantu oleh seorang wakil panglima berpangkat perwira tinggi bintang empat. Pasal 10 usulan revisi menyebutkan pengangkatan Wakil Panglima diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Perubahan juga diusulkan di Pasal 53 UU TNI saat ini yang berbunyi: Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.
Pasal itu diusulkan berubah menjadi: Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58.
Sementara ada usulan penambahan pada ayat 2 yang berbunyi: Dinas keprajuritan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun, untuk prajurit yang memiliki kemampuan, kompetensi dan keahlian khusus.
inefisiensi
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabba berpendapat ide penambahan Wakil Panglima dan penambahan usia pensiun itu menciptakan inefisiensi pengelolaan institusi angkatan bersenjata.
Sejauh ini, menurutnya, tidak ada justifikasi yang kuat mengenai urgensi keberadaan Wakil Panglima TNI.
"Selain telah dibantu oleh tiga kepala staf angkatan, kerja Panglima TNI juga ditopang Kepala Staf Umum TNI. Jika memang masih dirasa kurang maka cukup dengan penambahan tugas yang harus diampu seorang Kasum TNI," kata Anton saat dihubungi, Rabu (10/5).
Anton mengatakan pengalaman sudah menunjukkan penambahan usia pensiun telah menciptakan adanya fenomena bottleneck dalam karir prajurit termasuk maraknya perwira non-job.
Menurutnya, penambahan usia pensiun jelas hanya akan menambah ruwet problematika non-job dan akan menyasar pada semua kelompok: Tamtama, Bintara dan Perwira.
"Justru jika berkaca pada kebutuhan prajurit yang harus bugar, sigap dan tangkas, maka kita semestinya memiliki lebih banyak prajurit aktif yang berusia muda dan produktif. Konsekuensinya, batas usia pensiun adalah diturunkan bukan malah dinaikkan," katanya.