ANALISIS

Mengapa Anies Belum Beri Efek Ekor Jas ke Parpol Koalisi Perubahan?

CNN Indonesia
Rabu, 24 Mei 2023 12:49 WIB
Pakar menganalisis penyebab Anies tak memberikan dampak elektoral atau efek ekor jas (coattail effect) yang signifikan terhadap elektabilitas NasDem.
Elektabilitas Anies Baswedan disebut Kompas belum beri efek ekot jas ke Nasdem, PKS dan Demokrat..CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia --

Partai Nasional Demokrat (NasDem) resmi mengumumkan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) untuk Pilpres 2024 pada 3 Oktober 2022 lalu. Tak lama setelahnya, dua partai oposisi pemerintah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menyusul mengusung eks Gubernur DKI Jakarta. Koalisi Anies tergabung ke dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Namun, terhitung sudah 7 bulan sejak pencalonannya, Anies belum memberikan dampak elektoral atau efek ekor jas (coattail effect) yang dahsyat terhadap elektabilitas NasDem, Demokrat hingga PKS.

Survei terbaru Litbang Kompas pada Mei 2023 menunjukkan elektabilitas NasDem justru menurun dibanding hasil survei Januari 2023, dari 7,3 jadi 6,3 persen. Hal serupa juga terjadi pada PKS dan Partai Demokrat. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada hasil survei Januari 2023 lalu, Demokrat meraih 8,7 persen suara dan PKS 4,8 persen. Sementara pada survei periode 29 April-10 Mei 2023, Demokrat turun menjadi 8 persen dan PKS 3,8 persen. Litbang Kompas bahkan menulis PKS diprediksi tak lolos ke parlemen di Pemilu 2024.

Sementara untuk elektabilitas Anies, dari seluruh simulasi Pilpres 2024 versi Litbang Kompas, Anies kalah dari dua bakal capres lainnya yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Anies duduk di posisi ketiga dengan perolehan 13,6 persen, Prabowo pada posisi pertama dengan 24,5 persen, dan Ganjar dengan 22,8 persen.

Dalam simulasi tiga capres, Anies pun tertinggal cukup jauh, ia hanya berhasil meraup 23,2 persen, sementara Prabowo 36,8 dan Ganjar teratas dengan 40 persen.

Pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar menilai Anies dan NasDem masih meraba formula komunikasi untuk merengkuh suara optimal di Pemilu 2024 nanti.

"Melihat bahwa mungkin banyak orang yang dukung Anies dan memberikan dampak positif atas elektabilitas partai, tapi di sisi lain Anies sendiri memang belum menemukan pola yang efektif untuk kemudian agar pengusungan dia sebagai capres itu memberikan elektabilitas terhadap partai," kata Idil ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (24/5).

Idil juga menganggap narasi perubahan yang terus digaungkan oleh KPP baru sebatas narasi dan belum dalam bentuk konkret. Sehingga, ia menilai hal ini masih belum memberikan insentif elektoral yang signifikan terhadap kubu Anies.

"Ya ini kan jargon, kan konkretnya terkait perubahan kan belum ada, narasi-narasi soal perubahan yang konkret itu juga belum muncul," tegasnya.

Di sisi lain, ia menilai sikap NasDem yang notabenenya merupakan partai koalisi pemerintah mengusung Anies justru membuatnya kurang mendapat perhatian dari publik. Ia memprediksi NasDem mulanya memilih untuk mengusung Anies lantaran percaya akan menaikkan elektabilitasnya di Pemilu 2024. Namun, faktanya kini masih menunjukkan hal lain.

"Karena dianggap Anies representatif atas umat islam, lalu kaum-kaum marjinal yang katakanlah teralienasi. Tapi kan dalam hal itu menurut saya, kondisinya adalah Anies itu belum menemukan strategi bagaimana NasDem ini bisa cukup signifikan elektabilitasnya," kata dia.

Lebih dalam, ia menduga masih lemahnya efek ekor jas dari Anies terhadap NasDem bukan berkaitan dengan Anies yang bukan kader NasDem. 

"Ini bukan soal kader atau bukan, tapi soal seberapa kuat mereka bisa mengimplementasikan strategi politik untuk dapat atensi publik karena ketika orang melihat Anies, harusnya mereka membayangkan Anies satu paket dengan partai pengusung tapi kan tidak, hari ini di Anies itu belum ditemukan karakter itu," ucapnya.

Anies bukan kader partai

Berbeda dengan Idil, Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati berpandangan masih lemahnya coattail effect antara Anies dengan partai pengusung lantaran dirinya bukanlah kader partai. Oleh karenanya, orang yang condong memilih Anies nanti, tak secara otomatis juga akan mencoblos NasDem.

"Biasanya efek ekor jas itu ada hubungannya antara faktor kharisma dengan posisi personal di parpol bersangkutan," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com.

Selain dari faktor afiliasi politik tersebut, faktor popularitas juga turut berpengaruh atas mandeknya elektabilitas Anies dan NasDem. Dalam survei-survei terakhir, Anies selalu berada di bawah dua bakal capres lainnya, Prabowo dan Ganjar. Sementara soal narasi perubahan yang dibawa oleh KPP, menurutnya juga akan bergantung kepada segmen pemilih.

Menurut Wasisto, apabila yang ditarget ialah pemilih biasa, maka mereka akan lebih realistis lantaran dianggap merasakan dampak dari kebijakan pemerintah hari ini. Sehingga, dinilai tak akan terlalu menghasilkan dampak elektoral yang menguntungkan.

"Namun, kalau yang ditarget adalah pemilih pemula, gagasan bisa menjadi faktor penarik," ucapnya.

Di sisi lain, ia juga melihat sosok cawapres yang akan mendampingi Anies nanti juga tidak akan berpengaruh besar atas coattail effect itu. Menurutnya, efek ekor jas itu lebih ditekankan pada ketokohan capres, bukan cawapres yang mendampinginya.

"Fungsi cawapres lebih pada menangkap segmen pemilih yang belum ter-cover oleh capresnya," pungkasnya.

(mnf/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER