Reklamasi Ilegal untuk Beach Club, Rp5 M Diduga Mengalir ke Desa Adat
Polisi tengah menyelidiki kasus reklamasi ilegal di Pantai Melasti, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini dan diduga ada aliran dana sebesar Rp5 miliar mengalir ke Desa Adat Ungasan.
"Masih dalam proses penyelidikan," ujar Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto saat konferensi pers, di Mapolda Bali, Senin (29/5).
Satake menjelaskan awal mula terungkapnya reklamasi di Pantai Melasti yaitu saat petugas Satpol PP Kabupaten Badung, Bali, pada tanggal 20 Juni 2022 melakukan tugas pengecekan ke daerah pesisir Pantai Melasti.
Kemudian dari hasil pengecekan menemukan adanya gundukan batu kapur yang masuk ke dalam perairan Pantai Melasti serta menemukan adanya pengerukan tebing pada kawasan tersebut yang diduga reklamasi.
"Di lokasi diketahui yang mengerjakan dan menguasai saat itu adalah MS selaku Direktur Utama PT Tebing Mas Estate (TMS) berdasarkan akta perjanjian penunjukan dan kerjasama Nomor 04 tanggal 27 Mei 2020," imbuhnya.
Sementara dalam mengerjakan pengurukan Pantai Melasti dan pengerukan tebing tidak memiliki izin sebagaimana yang diatur oleh peraturan pemerintah dan undang-undang.
Pada tanggal 28 Juni 2022, Pemerintah Kabupaten Badung yang dikuasakan kepada Kepala Satpol PP Kabupaten Badung melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Bali sehingga diterbitkan laporan polisi Nomor: LP/B/338/VI/2022/SPKT/POLDA BALI, tanggal 28 Juni 2022.
"Dari hasil penyelidikan dan penyidikan ditemukan adanya pengurukan di Pantai Melasti dan berdasarkan hasil pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung seluas 22.310 M2 di mana kegiatan tersebut dilaksanakan sejak awal Tahun 2018 sampai dengan akhir tahun 2020 yang diawali dari pembuatan anjungan atau bangsal untuk nelayan yang dilakukan oleh tersangka GMK," ungkapnya.
Pada tanggal 2 November 2018 kegiatan tersebut dihentikan oleh Desa Adat Ungasan melalui sidak yang dilakukan oleh Prajuru Desa Adat Ungasan. Lalu, pada tanggal 2 Mei 2019 dari pihak Kelompok Nelayan Amerta Segara memohon kepada Desa Adat Ungasan terkait pemanfaatan pesisir Pantai Melasti sehingga pihak Desa Adat Ungasan menyetujui permohonan tersebut dan diterbitkan berita acara Nomor 08/BA-DAU/V/2019, tanggal 22 Mei 2019 dan kemudian dilanjutkan dengan menerbitkan berita acara Nomor 004/DA-DAU/X/2019, tanggal 7 Oktober 2019 beserta gambar yang disetujui.
PT TMS melanjutkan pembuatan anjungan atau bangsal tempat budidaya ikan dan terumbu karang berdasar surat keputusan Kelian Desa Adat Ungasan Nomor 11/KEP.DAU/X/2019, tanggal 10 Oktober 2019.
Untuk pembuatan anjungan pihak PT TMS bekerjasama dengan CV Sepakat Nadhi Sejahtera sesuai dengan surat perintah kerja tanggal 13 November 2019 yang ditandatangani oleh tersangka KS selaku Manager Operasional PT TMS berdasarkan perintah lisan dari Direktur Utama PT TMS tersangka GMK.
"Dan untuk pembuatan tempat budidaya ikan dan terumbu karang dilakukan oleh PT Tebing Mas Estate bersama dengan kelompok budidaya Yoga Segara yang dibantu dengan alat berat yang berupa excavator milik CV Sepakat Nadhi Sejahtera," ungkapnya.
Kemudian pembiayaan terhadap kegiatan pembuatan
anjungan tempat budidaya ikan dan terumbu karang tersebut menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) PT TMA yang berjumlah Rp 4,2
miliar.
"Berdasarkan keterangan ahli dari Kementrian Lingkungan Hidup pengurukan lokasi tersebut disebut dengan reklamasi dan telah berdampak terhadap kerusakan lingkungan, perubahan ekosistem pesisir dan menimbulkan kerugian negara," ujarnya.
Lima tersangka yang melakukan reklamasi ilegal di Pantai Melasti, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, dijerat dengan pasal berlapis.
Lima tersangka ialah GMK (58), MS (52), IWDA (52), KG (62), dan T (64).
Lima tersangka itu dijerat dengan Pasal 75 Jo Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 1, Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Jo Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 56 ke 1e KUHP dan ancaman hukuman paling lama tiga tahun atau denda Rp 500 juta.
Kemudian, Pasal 109 Jo Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Jo Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman 3 tahun dan Rp3 miliar.
Kemudian, pasal ketiga ialah Pasal 69 Jo Pasal 61 huruf a Undang-undang Nomor26 Tahun 2007, tentang penataan ruang Jo Undang-undang Nomor 11, Tahun 2020 tentang cipta kerja dan ancaman hukuman paling lama 3 tahun atau denda Rp 500 juta.
Kasubdit II Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali AKPB I Made Witaya mengatakan, bahwa apakah ada tersangka lainnya dalam kasus ini pihaknya mengaku menindaklanjuti.
"Sementara kami masih tahap satu proses pemberkasan ke kejaksaan sambil berkoordinasi dengan jaksa. Apabila ada yang mengarah ke tersangka lain maka akan ditindaklanjuti," ujarnya.
Kemudian, akan ada berapa beach club yang akan dibangun di 2,2 hektar reklamasi tersebut pihaknya mengatakan bahwa hal itu belum terdata.
"Sesuai data yang ada diperjanjikan belum terdata dengan pasti, hanya di sana dimuat akan dibangun beach klub," ujarnya.
(kdf/isn)