Subdit V Ditreskrimsus Polda Jawa Timur membekuk dua peretas atau hacker situs resmi negara.
Setelah pemeriksaan polisi diketahui aksi dua tersangka itu adalah untuk meningkatkan Search Engine Optimization (SEO) situs judi online.
Wadirreskriemsus Polda Jatim AKBP Arman mengungkap dua peretas itu adalah C (23) dan AT (27). Keduanya adalah satu komplotan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AT meretas situs perguruan tinggi negeri di Surabaya, yakni https://tpka.its.ac.id/ milik Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Website itu, awalnya diperuntukkan sebagai sarana tes potensi akademik bagi para calon pendaftar program Pascasarjana ITS.
"Februari 2023, pihak ITS mendapat laporan dari sistem deteksi (IDS). Bahwa telah terjadi dugaan akses ilegal terhadap website https://tpka.its.ac.id/," kata Arman di Surabaya, Rabu (31/5).
Akibat peretasan itu, sistem situs tersebut menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Tampilan laman berubah menjadi website perjudian bernama 'slot88'.
Arman mengatakan pada 28 Maret lalu penyidik menangkap AT di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Pelaku berikutnya adalah C. Dia meretas laman Pemprov Jatim, https://jatimprov.go.id.
Aksi itu dilakukannya Februari 2023 lalu.
C disebut pernah bekerja sebagai admin situs judi di Kamboja dengan bayaran kurang lebih Rp10 juta. Polisi menangkapnya di Tangerang sepulang dari Kamboja.
AT dan C, diketahui tergabung dalam dalam sebuah forum hacker. Di forum itu, keduanya mempelajari teknik peretasan secara autodidak.
Arman menyebut, alasan keduanya menargetkan situs milik pemerintah maupun kampus negeri karena situs-situs resmi tidak akan diblokir bila mempromosikan judi online.
Website resmi itu dimanfaatkan mereka untuk untuk meningkatkan Search Engine Optimization (SEO) konten judi.
"Mereka dibiayai dari pemilik situs judi online. Dan kita trace memang berasal dari Kamboja," kata Arman.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa empat ponsel, dua perangkat komputer rakitan dan dua laptop rakitan.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
"Dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar," ujar Arman.